DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Esai Denny JA: Tjokroaminoto di Usia Senja

image
Ilustrasi (Istimewa)

Murid-muridnya tumbuh membawa obor sendiri,
berpencar, mengukir jalan berbeda.

Di usia senja, Tjokro tersisih dalam sunyi,
melihat Sarekat Islam yang ia bangun,
retak dari dalam.

Cermin pecah berkeping-keping.
Angin kehilangan arah,
organisasi ini dulu satu, kini terpecah.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ketika Anakku Kecanduan Internet

Ia juga melihat para muridnya,
bukan saja berbeda,
tapi berseberangan.
Bung Karno, nasionalis.
Muso, komunis.
Kartosuwiryo, negara Islam.

Di keheningan, ia menerima kenyataan,
peran Guru Bangsa hanya menyalakan api,
bukan menjaga awan dalam satu jalan.
Karena angin tak bisa dipaksa satu arah.

Burung terbang bebas di angkasa,
bebas membuat sarangnya sendiri.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ambillah Ginjal Ibu, Anakku

Ia, Tjokroaminoto, kadang ragu dengan perannya.
“Apakah aku gagal, Syarif?”
tanya Tjokro.

Ia merasa menjadi debu
terbang di pusaran angin perpecahan.

Organisasinya, seperti cermin pecah berkeping,

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Annie, Warga Non-Kristen juga Merayakan Natal

murid-muridnya seperti obor di malam kelam,
bercahaya, tapi saling menghanguskan.

Halaman:

Berita Terkait