DECEMBER 9, 2022
Puisi

Puisi Esai Denny JA: Anak Palestina Itu Menulis Surat untuk Ibunya yang Hilang

image
Ilustrasi (Istimewa)

ORBITINDONESIA.COM - 19 Januari 2025, Israel dan Hamas sepakat gencatan senjata setelah 50 ribu orang mati, 120 ribu orang luka parah, 170 ribu gedung rusak, dan kerugian Rp2.300 triliun.1

-000-

Gencatan senjata diumumkan ke kota yang remuk. Ameen, bocah kecil 12 tahun itu meminjam ponsel bibinya.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Gerakan Reformasi dan Nyawa Nyawa yang Melayang

Ia mengetik pesan untuk ibunya. Jari-jarinya gemetar saat mengetik: ‘Ibu, perang sudah selesai. Pulanglah.’

Ameen menangis.
Rindu pada ibu melonglong jauh.
Mata air mengalir di padang batu.
Tangis itu membentuk sungai kecil,
mengalir di pipinya yang tipis,
menghapus debu dari perang panjang.

“Berhari-hari sudah,
Ameen menjelajahi labirin dari reruntuhan,
setiap batu seolah menyimpan bisik ibunya,
setiap puing saksi bisu doa yang tak sampai.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Gerakan Reformasi dan Nyawa Nyawa yang Melayang

Ia menyusuri jalan yang tak bernama,
merajut malam dari pecahan bintang.”

Dinding-dinding retak bercerita tentang peluru, tentang geranat, tentang bom yang meledak,
tentang doa yang terhenti di tengah malam.

Ameen tak tahu, ibunya tak lagi ada.
Ia hanya ingin yakin, ibu masih hidup,
menyembunyikan senyum di balik reruntuhan.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Bom itu Meledak di Satu Sahur, di Bulan Puasa, di Gaza

Malam itu, ia tidur di rumah bibinya.
Saat itu rumah ibunya dibom Israel.
Bangunan itu rata menjadi puing-puing.

Rumahnya menjadi abu,
seperti banyak rumah lain di Gaza,
tempat kenangan membara
dan mimpi menguap bersama asap.

Bibinya memeluk Ameen,
mencoba menjadi pengganti ibu.
Tapi pelukan itu dingin,
tak ada wangi mawar di sana.
Ia bukan ibu,

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Kabarkan Kisah Bunga yang Dipanah

Bibi mencoba bersuara lembut yang menenangkan badai di dada.
Tapi bibi bukan ibu,

Bibi mendongeng yang bisa mengusir mimpi buruk.
Tapi ia bukan ibu.

“Kepada langit, Ameen sering bertanya:
‘Mengapa ibu tak mencariku?
Ketika perutku bernyanyi seperti angin di celah puing,
kau tak datang membawa roti.
Ketika malam menggigilkan tulang,
kau tak lagi memelukku dengan wangi bunga Jasmine.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ketika Anakku Kecanduan Internet

“Di Gaza, hidup adalah benang kusut yang tak terurai.
Setiap simpulnya adalah kelaparan.
Makanan hanya bayangan di piring retak,
air adalah mimpi yang tercecer di pasir.

Rumah tak lagi berdiri,
hanya bayang-bayang yang hilang ditiup angin.”

Tapi yang paling sulit adalah kehilangan orang-orang tersayang.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ambillah Ginjal Ibu, Anakku

Rindu yang menggali lubang di hati,
lubang yang tak pernah penuh.

Ameen percaya ibu akan pulang.
Ia menggambar wajahnya di langit malam,
di antara bintang yang memudar,
di bulan yang pecah seperti piring tua.
“Ibu akan pulang,” katanya,
“membawa roti dan senyum.”

Bibinya semakin sedih,
waktunya tiba untuk berkata:
“Ibu tak akan pulang, Ameen.”
Tapi bagaimana mungkin?

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Annie, Warga Non-Kristen juga Merayakan Natal

Bagaimana mungkin ia menghancurkan dunia kecil itu?
Bagaimana mungkin ia menjadi pembawa malam
yang tak berujung bagi anak itu?

Dan di Gaza, gencatan senjata hanya sunyi.
Tidak ada kemenangan di sini,
hanya kisah yang mengendap di puing-puing.

Dan Ameen,
anak yang menulis surat untuk ibunya,
tetap menunggu di depan pintu.
Ia menanti.
Terus menanti.
Tapi ibu tak kunjung pulang.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Salman Berjumpa Tunawisma di London

Jakarta, 18 Januari 2025 ***

CATATAN
(1) Puisi esai ini diinspirasi oleh Gencatan Senjata Israel dan Hamas yang baru diumumkan

Halaman:

Berita Terkait