DECEMBER 9, 2022
Kolom

Jurnalis Jahat dari Media Arus Utama

image
Judith Miller, wartawan AS (Foto: Istimewa)

Judith Miller pun meminta maaf dan mengakui liputannya banyak cacat.

‘The Wall Street Journal’ edisi 3 April 2015, menerbitkan artikel opini Miller yang berisi pembelaan atas sikapnya menjelang perang di Irak, serta sikap dan keputusan pemerintahan Bush mengenai perang tersebut.

Dia mengakui bahwa "banyak sekali kesalahan mengenai Irak, dan saya juga melakukan hal yang sama (salah.pen). Klaim-klaim yang layak diberitakan dari beberapa cerita WMD saya sebelum perang adalah salah."

Baca Juga: Dewan Pers: Konten Podcast TEMPO tentang Erick Thohir Melanggar 3 Pasal Kode Etik Jurnalistik

Namun Miller juga berkelit, bahwa "saya tidak membawa Amerika berperang di Irak,” katanya.

WMD yang sebelumnya melekat dengan nama liputan Judith Miller; “Weapons of Mass Destruction” berganti menjadi sebutan olok-olok: “Woman of Mass Destruction”! Perempuan Penghancur Massal!

Diketahui juga di hari kemudian, sejak awal karirnya di 'NYTimes', Miller memasukkan informasi yang salah dari CIA ke dalam artikel mengenai Libya, dia selalu menjadi alat kekuasaan. Dia adalah “pengisi suara” Departemen Pertahanan, yang dimuat di 'Times'.

Baca Juga: Rekomendasi 5 Restoran Tempo Dulu di Jakarta, Ada yang Sudah Buka Sejak Tahun 1960

Masalahnya, negeri Irak sudah telanjur porak poranda, hancur lebur, luluh lantak, dan Saddam Hussein sudah digantung. Menyusul Libya dengan tudingan yang sama, membuat Moammar Khadafi tewas mengenaskan di jalan, pemerintahan tumbang dan negerinya terus dilanda konflik.

Skandal Judith Miller dan ‘New York Times’ menegaskan bahwa jurnalis ternama di media kondang - media arus utama (mainstream) - bukan jaminan bagi beredarnya berita terpercaya.

Bahwa wartawan media utama juga bisa menyebarkan berita bohong, plintiran, bisa dimanfaatkan oleh pebisnis senjata, menjadi kaki tangan politisi yang berkepentingan, pengobar konflik, politisi mabuk kuasa, partai yang tersisih, oposan, dan kelompok kalah.

Baca Juga: Tempo Meminta Maaf Ke Erick Thohir

Selain 'New York Times', 'CNN', dan 'Fox News' juga sering terlibat dalam kontroversi terkait dengan penyebaran berita yang tidak sepenuhnya diverifikasi, terutama dalam konteks politik.

Halaman:

Berita Terkait