Oleh Supriyanto Martosuwito*
ORBITINDONESIA.COM - Seniman, agamawan dan politisi ada banyak persamaannya. Mereka hidup dengan siasat, banyak strategi dan suka memanipulasi. Kalau Anda mendengar seniman bicara, “kami berkarya dengan jujur, kami menyuarakan hati nurani, ” berikan dia senyum dan jangan percaya. Sebab dia sedang berbohong dan memanipulasi lawan bicaranya atau pikiran kita. Dia berharap kita percaya!
Sebagai wartawan peliput seni dan kebudayaan, belasan tahun saya berhadapan dengan seniman dan budayawan. Bukan hanya saat jumpa pers di gedung kesenian, gedung pameran, saat mereka merilis karya terbarunya dalam moment resmi, formal. Melainkan saat bicara dari hati ke hati, obrolan intim yang tidak direkam, tidak formal. Saat saya mendatangi sanggarnya, studionya, rumahnya, mengikuti sebagian kehidupannya. Bicara sebagai teman. Mengutip komentar para para sahabat dan keluarganya.
Baca Juga: Ketika Artificial Intelligence Membantu Pelukis
Percayalah: sebagian dari mereka, saya tahu persis; manipulatif! Tentu saja, sebagian lainnya memang seniman tulen. Otentik. Karyanya istimewa. Melegenda. Maestro.
Aktor aktris kawakan, yang biasa bekerja di dunia peran - hanya perlu satu dua menit untuk mengubah kegembiraan menjadi kesedihan. Dari kesombongan menjadi mimik memelas. Dia terlatih melakukan itu, dan sutradara maupun produser menyukainya. Penonton mengaguminya.
Tapi di luar akting, sebagian dari mereka juga memanipulasi publik. Tersenyum saat episode sinetron dan kontraknya berhenti, aktingnya gagal tayang, produser tak memberikan honor atau menunda, dan ketawa ketawa di depan kawannya, saat keluarganya berantakan, tak terurus.
Baca Juga: Denny JA Melukis Ulang 20 Pelukis Dunia
Ada anekdot di antara wartawan film. “Aktor Hollywood berakting 8 jam sehari. Aktor Indonesia akting 24 jam!”.
Di depan dan di belakang kamera akting terus. Sama seperti politisi dan agamawan.
Jika ada politisi gamblang bicara dia sedang “berjuang demi rakyat”, menjanjikan kesejahteraan untuk rakyat, “membantu kaum yang tertindas”, mengentaskan kemiskinan - waspadalah! Begitu juga agamawan, para juru dakwah, yang berteriak, ”agama kami, agama damai, agama sejuk, membawa kebahagiaan dunia dan akhirat!”
Jangan masukkan ke hati, berikan senyum dan lupakan.