Ketika Artificial Intelligence Membantu Pelukis
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 01 Maret 2023 08:13 WIB
Oleh Denny JA
ORBITNDONESIA.COM - “Saya penasaran. Saya ingin melihat dengan mata kepala saya sendiri lukisan Artificial Intelligence (AI). Di Indonesia kabarnya Lukisan AI ini dipelopori oleh Denny JA,” ujar salah satu delegasi dari Brunei yang ikut dalam gelaran IMLF tersebut pada Minggu (26 Februari 2023).
Sebanyak 15 lukisan karya Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena, Denny JA mencuri perhatian di ajang International Minangkabau Literacy Festival (IMLF) yang digelar di Padang, Padang Panjang, Bukittinggi dan dan Buktittinggi dan Agam, Sumatera Barat yang digelar pada 22-27 Februari 2023.
IMLF sendiri merupakan festival literasi skala internasional yang melibatkan hampir 200 peserta dari 12 negara, termasuk Brunei, Malaysia, Rusia, Argentina, India, Bangladesh dan Spanyol. IMLF diisi dengan rangkaian kegiatan menarik, bukan hanya workshop mengenai literasi, melainkan juga festival budaya, kunjungan wisata, pameran buku serta pameran karya seni.
Pada pameran karya seni tersebut, terdapat 15 lukisan karya Denny JA yang ditampilkan. Pameran karya seni itu sendiri digelar di Baso, Kabupaten Agam yang merupakan lokasi utama gelaran IMLF 2023.
Denny JA merupakan satu dari lima orang seniman yang karyanya lolos kurasi untuk bisa ditampilkan dalam pameran tersebut.
Empat seniman lainnya yang juga ikut ambil bagian dalam pameran ini adalah Minda Sari dari Indonesia (Padang), Nazhatulshima Nolan dari Malaysia, Herisman Is dari Indonesia (Pekanbaru) dan Reshma Ramesh dari India.
Para seniman tersebut memiliki karya dengan corak, gaya dan khas masing-masing, tidak terkecuali Denny JA. Karya lukisnya merupakan bentuk seni rupa modern yang masuk ke dalam kategori digital art, di mana ia memadukan karya fotografi dengan Artificial Intelligence (AI).
Sementara itu, kurator untuk pameran seni rupa di gelaran IMLF, yakni Iswandi, menjelaskan bahwa pameran tersebut unik dan istimewa, khususnya dari materi karya-karya yang ditampilkan.
“Pada pameran ini karya-karya konvensional dengan corak naturalis, realis dan abstrak yang menjadi ciri dari perkembangan awal seni rupa modern di Indonesia bersanding dengan karya-karya yang pada perkembangan terkini di katagorikan kedalam Digital Art,” jelasnya pada Senin (27 Februari 2023).
Ia menjelaskan bahwa kelima seniman yang karya seninya dipamerkan pada IMLF memiliki corak yang khas.
Minda Sari, misalnya, sebagai salah seorang pelukis senior Sumatera barat masih setia dengan corak naturalisnya dengan objek pemandangan alam yang ada di ranah Minang.
Sementara itu seniman lain, Herisman Is yang saat ini berdomisili di kota Pekanbaru hadir dengan beberapa buah lukisan abstrak yang sudah menjadi ciri khas dari karya-karyanya dari dulu.
Lalu ada Reshma Ramesh, salah seorang penyair dari India yang mengetengahkan puluhan karya-karya fotografinya.
Kemudian Nazhatulshima Nolan, pelukis sekaligus penulis berkebangsaan Malaysia membuahkan karya dengan corak ekspresionis. Karya-karyanya dibangun melalui perpaduan antara luapan emosi dan bahas visual yang cenderung ekspresif.
Sedangkan Denny JA muncul dengan karya seni yang berbeda, yakni menggunakan AI.
“AI yang saat ini menjadi fenomenal dan memiliki pengaruh dalam dunia seni rupa terlihat pada karya-karya Denny JA,” jelas Iswandi.
Menurut Iswandi, pesan-pesan spritualitas sangat terasa pada karya-karya lukisan AI Denny JA, yang juga dikenal sebagai founding father konsultan politik di Indonesia.
“Proses berkarya bagi Denny JA sepertinya merupakan sebuah media kontemplasi sekaligus penyeimbang ditengah hiruk pikuk kehidupannya sebagai seorang konsultan, enterpreneur, dan peneliti,” jelasnya.
“Spiritualitas dalam berkarya Denny JA tidak terlepas dari pengaruh berbagai karya maestro dunia di era impresionis seperti Van Gogh, Monet, dan para maestro dunia lainnya,” sambung Iswandi.
Menurut Iswandi. perjalanan batin yang dirasakan oleh Denny JA saat menikmati karya para maestro dunia tersebut ternyata memberikan pengaruh besar dalam proses kreatifnya.
“Pada pameran Lintas Masa ini, Denny JA mencoba membawa kita menyusuri perjalanan kontemplatif ke dalam ruang batin dengan menghadirkan atmosfer dari lukisan-lukisan impresionis para maestro dunia lewat sentuhan teknologi artificial intelligence,” paparnya.
Lebih lanjut ia menilai bahwa lingkup seni rupa berbasis AI menjadi fenomena baru dalam perkembangan senirupa modern saat ini, tentu sangat menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Pasalnya, teknologi digital membuat batasan pada klasifikasi seni menjadi semakin baur. Seperti halnya ketika awal berkembangnya seni fotografi, keterlibatan AI dalam dalam dunia seni menimbulkan berbagai pertanyaan dan melahirkan diskursus panjang.
Di satu sisi, khususnya para pelaku seni rupa mempertanyakan apakah karya yang dihasilkan AI merupakan karya seni. Pertanyaan ini tentunya berdasarkan bahwa karya seni dibuat dengan jiwa dan emosi pekaryanya, hal yang tidak bisa digantikan oleh mesin.
Senada dengan pendapat ini, sebagian orang menganggap bahwa seni tidak selalu bergantung pada apa yang didapatkan oleh audiens ketika mengapresiasinya.
“Sisi lainnya berpendapat bahwa AI hanyalah sebagai media atau alat yang dimanfaatkan oleh seniman dalam menuangkan berbagai ide dan gagasan. Dan hasil karya yang di buat dengan media AI tetap memiliki emosi dan jiwa berdasarkan si pembuatnya,” jelas Iswandi.
Meski begitu, jelasnya, disadari atau tidak, penggunaan AI dalam bidang seni kreatif sudah menjadi hal wajar untuk sebagian besar orang. Fitur-fitur yang sering kita jumpai di perangkat lunak penyunting gambar seperti penghalus garis, penajam gambar, sampai ke penghapus latar belakang otomatis merupakan salah satu sistem kecerdasan buatan yang dapat memudahkan manusia di bidang seni kreatif.
Salah satu hal yang menjadi batasan utama AI dalam menciptakan sebuah seni adalah ketidakmampuan-nya untuk memahami dan menginterpretasikan pengalaman manusia.
“Meskipun AI dapat menganalisis dan belajar dari sejumlah data yang besar secara cepat, AI tidak memiliki kemampuan untuk berempati dan memahami kompleksitas dari kondisi manusia,” ujar Iswandi.
“Artinya, ide kreatif dan solusi yang dihasilkan oleh AI akan cenderung memiliki keterbatasan pada kedalaman emosional dan nuansa yang menjadi ciri khas pemikiran terbaik manusia,” sambungnya.
Namun terlepas dari segala polemik tentang kehadiran AI dalam senirupa, seni adalah sebuah media penyampai pesan, konsep atau gagasan yang dinarasikan oleh senimannya.
Pemikiran, perenungan dan berbagai pengalaman spiritual yang terangkum dalam perjalanan hidup tentunya dapat diabadikan dalam berbagai media.
“Pada akhirnya keberhasilan sesungguhnya bagi seorang seniman adalah ketika pesan atau narasi yang disuguhkan dalam karya-karyanya dapat dirasakan dan menyentuh sanubari para penikmatnya,” tutupnya. ***