DECEMBER 9, 2022
Kesehatan

RUKKI: Klaim Rokok Elektrik 95 Persen Lebih Aman adalah Hasil Manipulasi Akademisi

image
Ilustrasi - Penjual mengganti kapas rokok elektrik di salah satu toko di Medan, Sumatera Utara, Sabtu, 14 Desember 2024. ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/YU

ORBITINDONESIA.COM - Ruang Kebijakan Kesehatan Indonesia (RUKKI) mengatakan, klaim bahwa rokok elektrik 95 persen lebih aman yang kerap digaungkan, ternyata tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat, dan merupakan hasil keterlibatan dengan sejumlah oknum akademisi guna memperkuat narasi tersebut.

“Klaim ini berasal dari artikel yang ditulis oleh David Nutt dkk. di Jurnal European Addiction Research dengan menggunakan metode Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA) terhadap 12 produk tembakau dengan 14 kriteria bahaya menurut penilaian peneliti, dan bukan hasil uji komposisi produk di laboratorium," kata Ketua RUKKI Mouhamad Bigwanto dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu, 18 Desember 2024.

Dia menyebutkan bahwa panel ahli yang terlibat pun memiliki konflik kepentingan dengan industri rokok.

Baca Juga: Pengamat Komunikasi Suko Widodo: Aturan Kemasan Rokok Polos Akan Mendorong Peran Pelaku Industri kreatif

“Industri rokok menggunakan berbagai cara untuk menghindari regulasi yang ada, termasuk membangun hubungan strategis dengan akademisi dan peneliti. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat citra mereka, tetapi juga memberikan legitimasi palsu pada produk yang seharusnya diawasi lebih ketat,” kata Bigwanto.

Dia menjelaskan, popularitas rokok elektronik di Indonesia terus meningkat, terutama di kalangan orang muda, dengan angka prevalensi yang melonjak tajam dalam satu dekade terakhir. Produk yang awalnya dipasarkan sebagai alternatif yang lebih aman, katanya, kini menunjukkan risiko kesehatan serius.

"Di saat Vietnam bersiap melarang peredaran rokok elektronik secara total pada 2025, Indonesia justru menghadapi ancaman yang lebih rumit, yaitu keterlibatan sejumlah ‘oknum’ akademisi dan lembaga riset dalam memperkuat narasi yang menyesatkan dari industri," katanya.

Baca Juga: Kabupaten Majalengka Jawa Barat Intensifkan Razia Kurangi Peredaran Rokok Ilegal yang Tanpa Pita Cukai

Menurutnya, Indonesia sebenarnya telah mengambil langkah awal dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, yang melarang promosi rokok elektronik melalui diskon, hadiah, atau media sosial. Namun, peraturan ini belum mencakup aspek krusial lain, yaitu pengawasan terhadap upaya industri untuk memanfaatkan lembaga akademik dan riset dalam menyebarkan narasi menyesatkan.

Dia mencontohkan, kolaborasi beberapa peneliti dari Universitas Padjadjaran (UNPAD) dengan Center of Excellence for the Acceleration of Harm Reduction (CoEHar), di mana lembaga ini mendapatkan dana dari Philip Morris International, perusahaan tembakau asal Amerika Serikat, lewat lembaga internasional bernama Foundation for a Smoke-Free World (FSFW) yang sekarang berubah nama menjadi Global Action to End Smoking.

Selain itu, katanya, kasus lain yang mencuat adalah keterlibatan oknum ASN dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang juga merupakan ketua Asosiasi Konsumen Vape Indonesia (AKVINDO), dalam forum publik yang mendukung narasi “95 persen lebih aman” yang dinilai menyesatkan.

Baca Juga: Prof Amaliya: Produk Tembakau Alternatif Perlihatkan Kerusakan Gigi Menurun Ketimbang Rokok Konvensional

Menurutnya, narasi 'lebih aman' yang digencarkan industri membawa dampak serius. Studi menunjukkan bahwa pengguna rokok elektronik mengalami kerusakan alveoli paru-paru yang serupa dengan perokok konvensional. Kadar nikotin dalam darah mereka pun setara dengan konsumsi lima batang rokok per hari, menandakan kecanduan yang tetap tinggi.

Halaman:
1
2

Berita Terkait