Mengenang Herbert Feith: Demokrasi Gagal dan Uncivil Society
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 16 November 2024 02:50 WIB
Sejarawan Harry J Benda mengkritik Feith yang dianggapnya terlalu "memaksakan" standar demokrasi Barat yang tidak punya dasar pijak pada sebuah negara yang mewarisi sejarah dan tradisi otoritarian patrimonial.
Sementara sebagian pengamat menilai kegagalan demokrasi saat itu lebih disebabkan --dan ini mungkin relevan untuk saat ini-- oleh manuver dan kontramanuver antar para elite politik sendiri, khususnya antara Sukarno yang didukung militer berhadapan dengan partai-partai politik di sisi lain.
Sukarno yang hanya berfungsi simbolis dalam sistem parlementer saat itu, mendapat sekutu pihak militer yang tidak sepenuhnya menerima asas "the civilian supremacy on the military".
Baca Juga: Manuel Kaisiepo: Soeharto...
Inilah awal konflik berlarut yang akhirnya menggagalkan eksperimen demokrasi konstitusional pertengahan 1950-an hingga jatuhnya Sukarno tahun 1965.
Situasi konflik itu juga diperparah oleh berlarutnya dan buntunya perdebatan di konstituante, yang justru menjadi alasan bagi Sukarno dan militer untuk melakukan kontramanuver untuk melemahkan partai politik serta mengesampingkan sebagian pemimpin dan elite yang berorientasi demokratis.
Maka seakan membenarkan Benda, demokrasi ala Barat tak cocok dicangkokkan di sini, di atas tradisi patrimonial otoritarian.
Baca Juga: Prajurit TNI AL dan Diaspora Rayakan Natal di KRI Frans Kaisiepo
Apakah prinsip demokrasi berbasis hukum yang disepakati sejak awal reformasi pasca kejatuhan Suharto kini tengah mengalami ujian yang sama seperti di era 1950an-1960an awal?
Apakah kembali mengulang kegagalan demokrasi konstitusional sebagaimana pernah dikemukakan Herbet Feith dulu, dengan risiko kemunculan kembali kepempinan politik otoritarian?
*Manuel Kaisiepo adalah pengamat kebangsaan, Dewan Penasihat SATUPENA. ***
Baca Juga: Manuel Kaisiepo tentang Buku Kebinekaan dan Kesetaraan Karya Tokoh Pluralisme Trisno S. Sutanto