KEAI menjadi hub yang mempertemukan kreator dalam ruang diskusi yang asyik, antusias, dan berorientasi penciptaan karya, terlepas dari latar belakang preferensi politik, pendukung capres itu atau capres anu, yang kerap membelah keutuhan dan keharmonisan sebuah WAG.
Maka, dari inovasi dan inisiasi Denny JA dalam membentuk WAG yang berorientasi pada zeitgeist (“ruh zaman”) era digital inilah julukan “Human Prompt” saya berikan kepadanya. Tentu saja selain Denny JA, masih banyak “Human Prompt” lainnya di luar KEAI yang ikut membangun komunitas dan tradisi baru masyarakat pascamodernisme.
Mereka tidak melihat kehadiran AI sebagai musuh yang bisa mengancam eksistensi peradaban manusia era pra-AI, melainkan sebagai alat dan sarana untuk meningkatkan kualitas karya dan standar estetika-stilistika para kreator agar terus belajar dan menajamkan kemampuan di tengah dunia yang terus berubah.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Pemulung Itu Seorang Doktor
Algoritma AI yang menyambungkan dengan jutaan (mungkin miliaran) karya referensial di pelbagai bidang penciptaan kesenian, merupakan daya tarik utama yang membetot para kreator untuk bertukar pandangan gagasan, wawasan, atau berkolaborasi ide, seperti dilakukan Satupena DKI Jakarta pada akhir Juli 2024 saat meluncurkan antologi “Ketika Kata dan Nada Berjumpa” dalam bentuk musikalisasi sajak-sajak anggota yang dilakukan dengan generator musik AI. Juga difasilitasi oleh Denny JA sebagai Ketua Umum SATUPENA Pusat.
3/
Saya tak akan heran jika setelah ini, melalui KEAI, akan muncul kompetisi kreativitas yang lebih canggih seperti kompetisi film pendek dengan asistensi AI, bahkan film dokumenter yang diolah dengan referensi AI, dan karya-karya pada level surealis yang sebelum ini hanya bisa dipahami segelintir seniman avant-garde.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mencari Akar Keluarga di Kebumen
Keterjangkauan AI yang semakin populis—meski populasi terbesar mereka pada milenial (1981 – 1996) dan Gen Z (1997 – 2012)—namun sejatinya bisa diikuti oleh Gen X bahkan generasi pasca Perang Dunia II yang antusias seperti penyair veteran L.K. Ara (86 tahun). Penyair berdarah Aceh ini memiliki semangat yang tak kalah berkobar dibandingkan para kreator muda seusia cucunya.
Untuk ledakan gairah penciptaan karya yang menggandeng peran serta AI inilah Denny JA perlu ditempatkan “sehelai benang lebih tinggi” karena dia adalah sosok “prompt (dalam bentuk) manusia” yang membuat atmosfer dunia kecerdasan buatan, intelegensi artifisial, di tanah air ikut menemukan momentum akselerasinya melalui KEAI.
Denny JA adalah Sang Human Prompt itu. Penuh gagasan, trengginas, dan responsif terhadap ide-ide kreator lainnya. Bentuk demokrasi pemikiran dalam semarak taman digital yang kini menjadi keniscayaan zaman. ***
Baca Juga: Orasi Denny JA: Mengapa Kita Perlu Forum Para Kreator di Era AI?
*Akmal Nasery Basral ialah sosiolog, prosais, pengamat dan pembelajar dinamika dunia artificial intelligence