Benediktus melihat, harus ada batas yang kukuh. Harus ada tembok... Di pojok taman Gandolfo, ia tahu Kardinal Bergolio tak menyukai itu.
Bergeglio: “Apakah Yesus membangun tembok? Wajah Yesus wajah pengampunan, dan pengampunan ibarat dinamit yang meruntuhkan tembok-tembok”.
Sebuah kontras. Benediktus adalah nada tunggal. Sejak muda ia lebih banyak bergaul dengan buku ketimbang manusia. Orang yang selalu makan malam sendirian ini tak kenal dunia yang beragam. Ia menyukai musik (malam itu ia memainkan karya Bedrich Smetana pada piano) tapi ia tak tahu bahwa tango sebuah tarian. Ia hanya bisa mencoba melucu dengan “humor Jerman” — yang diakuinya sendiri “tak harus jenaka”.
Baca Juga: Staf Museum di Vatikan Ajukan Pengaduan Kolektif Pertama Kalinya, Minta Perbaikan Kondisi Kerja
Bergoglio adalah antithesisnya. Ia dari negeri yang meriah, rumit dan traumatik. Masa lalu Argentina diciderai kediktaturan, masa panjang digerogoti ketimpangan sosial.
Ia kesal agama Katholik tak bisa jadi inspirasi baru. Ia ingin Gereja berubah, tapi Benediktus anggap berubah sama dengan berkompromi dengan dunia yang tak langgeng.
“Anda pengritik saya yang paling keras”, kata Paus.
Baca Juga: Ketua KWI Antonius Subianto Bunjamin: Paus Fransiskus Bawa Misi Kemanusiaan ke Indonesia
Dilihatnya oposisi Bergoglio tak hanya kata-kata. Kardinal ini menolak tinggal di kediaman megah yang ditentukan Vatikan. Ia mengenakan sepasang boot tentara yang talinya mudah lepas, sementara Sri Paus sepatu cantik desain Zarra. “Sepatu anda juga sebuah protes”, kata Bapa Suci.
Tapi tak seluruh film ini kisah konfrontasi. Pelan-pelan ia jadi kisah persahabatan. Benediktus tahu, orang Argentina ini tulus. Kehangatannya spontan. Ia tak menjaga jarak dari zuster pengurus Istana, tukang kebun, penjaga pintu. Ia ikut berteriak-teriak seperti umumnya penonton pertandingan bola, dan suka jajan pizza dari kedai.
Dan meskipun ia tak mendukung sikap Benediktus, tak ada dalam sikapnya yang dengan angkuh menghakimi.
Baca Juga: Paus Fransiskus: Negosiasi Gencatan Senjata Gaza yang Sedang Berlangsung Tidak Boleh Terhenti
Pelan-pelan orang yang duduk di Tahta Suci itu merenung. Dan di ruang dalam Kapela Sistina, ketika mereka kembali berdua, sang Paus mengatakan: “Saya tak menyetujui kebanyakan yang anda katakan”, katanya, “tapi ada sesuatu.... »