Qurban dalam Ritual Idul Adha sebagai Simbol Solidaritas Sosial
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Selasa, 06 Agustus 2024 07:33 WIB

فمهما تجدد فى العرف اعتبره ومهما سقطت أسقطه ولا تجمد على المسطور فى الكتب طول عمرك بل اذا جاءك رجل من غير إقليمك يستفتيك لا تجره على عرف بلدك واسأله عن عرف بلده وافته به دون عرف بلدك والمقرر فى كتبك. فهدا هو الحق الواضح
والجمود على المنقولات أبدا ضلال فى الدين وجهل بمقاصد علماء المسلمين والسلف الماضين
(الفروق, ج 1 ص 176_ 177).
“Manakala tradisi telah terbarui, ambillah, jika tidak, biarkanlah. Janganlah kamu bersikap terpaku terhadap apa yang tertulis dalam buku-bukumu sepanjang hidupmu.
Jika ada seseorang datang kepadamu dari luar daerahmu dengan maksud meminta fatwa kepadamu, janganlah kamu sampaikan fatwa berdasarkan tradisi daerahmu.
Bertanyalah lebih dulu tentang tradisinya, dan berikanlah fatwa berdasarkan tradisinya, bukan tradisimu dan bukan pula menurut yang ada di buku-bukumu. Ini adalah cara yang benar dan jelas.”(Al-Qarafi, al-Furuq, I/176-177).
Pada akhirnya, saya kira menarik untuk mendukung pandangan Shahid Ali Muttaqi yang berpendapat bahwa kurban tidak harus berupa hewan, seperti kambing atau unta, melainkan apa saja yang menjadi kebutuhan pokok atau penting dalam komunitas tradisi.***
Baca Juga: Ketua MUI Bidang Fatwa Imbau Pengelola Ibadah Kurban untuk Tidak Mencemari Lingkungan
Tulisan ini dibuat penulis sebagai respon esai Denny JA soal Kurban Hewan di Era Animal Rights