Ahmad Bahyj Gunawan: Bila Produk Hukum Mengamputasi Demokrasi
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 25 Juli 2024 14:22 WIB
Itulah masalahnya. Kita tahu, proses pembuatan hukum di negeri demokrasi harus menekankan pada azas manfaat, prioritas, utilitas, dan at all cost, perbaikan sistem kenegaraan. Dan revisi hukum tersebut jelas-jelas merusak sistem kenegaraan yang ada sebelumnya.
Meski demokrasi dipercaya sebagai sistem pemerintahan terbaik di zaman modern, tapi tetap saja bisa dimanipulasi oleh aktor-aktor "penguasa" yang ada di dalamnya. Sejarah mencatat, demokrasi telah melahirkan tiran seperti Adolf Hitler (Jerman), Mussolini (Italia), dan Ferdinand Marcos (Filipina).
Tapi demokrasi juga melahirkan pemimpin hebat seperti Angela Merkel (Jerman), Barack Obama (Amerika Serikat), dan Mark Rutte (Belanda). Ketiganya dikenal pemimpin yang dicintai rakyatnya.
Baca Juga: Kuasa Hukum Irman Gusman Optimistis, Mahkamah Konstitusi Kabulkan Permohonan Pemungutan Suara Ulang
Dengan demikian, demokrasi sebagai sebuah sistem pemerintahan, tetap bermata ganda. Ia bisa menjadi berkah. Tapi juga bisa menjadi petaka.
Lalu, bagaimana demokrasi di Indonesia? Tampaknya, masih jauh dari berkah. Deretan revisi undang-undang tersebut di atas menunjukkan demokrasi di Indonesia tengah menuju kehancuran.
Alih-alih demokrasi memberikan peluang kepada rakyat untuk mendapat kehidupan yang lebih baik secara sosial, ekonomi, dan hukum -- yang terjadi malah sebaliknya. Demokrasi telah diamputasi oleh sistem politik yang "mengatasnamakan demokrasi" itu sendiri.
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Sebut Terima Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Anwar Usman
Di Indonesia -- pinjam istilah Eep Saefulloh Fatah, CEO PolMark -- demokrasi secara ironis menjadi sebuah kata oksimoron. Yaitu kata yang dalam dirinya mempunyai makna bertentangan. Contohnya, demokrasi yang memanipulasi hukum. Demokrasi yang membelenggu kebebasan berbicara. Demokrasi yang membangun dinasti.
Ketika demokrasi menjadi kata oksimoron, itu artinya, demokrasi tidak hanya diamputasi, tapi juga dimutilasi. Sungguh menyedihkan demokrasi yang berkembang di Indonesia. Kita sebagai rakyat yang taat hukum, harus berjuang untuk menghidupkan kembali demokrasi yang sedang sekarat ini.
*Ahmad Bahyj Gunawan, adalah ahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogya.***
Baca Juga: PDI Perjuangan Komunikasi dengan Fraksi Lain untuk Tolak Revisi UU Mahkamah Konstitusi