DECEMBER 9, 2022
Kolom

M. Razi Rahman: Sinyal Cengkeraman Sayap Kanan Menguat di Eropa

image
Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris pada 10 April 2022. Xinhua/Gao Jing

Selain itu, pada 2019 Freedom House menurunkan peringkat negara tersebut dari "bebas" menjadi "sebagian bebas", sedangkan pada 2022, Parlemen Eropa menyatakan bahwa "Hungaria tidak dapat lagi dianggap sebagai negara demokrasi penuh" dan negara tersebut telah menjadi "otokrasi elektoral".

Adapun pada era pascapandemi, kemungkinan pemimpin sayap kanan yang populer di Eropa saat ini adalah Giorgia Meloni, Perdana Menteri Italia sejak 2022.

Meloni berasal dari partai Fratelli d'Italia (FdI) yang memenangi pemilu Italia pada 2022. Meloni telah berkali-kali menyatakan kebijakan nol toleransi terhadap imigran ilegal serta tidak ingin ada dari imigran tersebut yang dapat mencapai daratan Italia.

Baca Juga: Michel Barnier: Keputusan Pemilu Dini dari Presiden Emmanuel Macron Dapat Picu Prancis Keluar dari Uni Eropa

Dengan ditambah potensi kemenangan RN di Prancis, maka hal ini telah lama menjadi sinyal bahwa pemikiran yang digalang berbagai partai sayap kanan dan tokoh-tokoh dari partai tersebut juga semakin mencengkeram dan menarik kian banyak pemilih di Eropa.

Mengapa pemikiran anti-imigran semakin menguat di Eropa? Hal ini tentu saja memiliki beragam faktor. Akan tetapi, sejumlah varian yang kerap muncul di sejumlah kajian, antara lain, pertimbangan ekonomis, yakni semakin banyak migran akan membuat pasar tenaga kerja kian sukar untuk para penduduknya.

Apalagi, dengan kondisi perekonomian di Eropa yang saat ini kerap dihantui oleh kenaikan tingkat inflasi dan dampak dari konflik antara Rusia dan Ukraina.

Baca Juga: Survei: Koalisi yang Dipimpin Partai Sayap Kanan National Rally Akan Unggul di Putaran Pertama Pemilu Dini Prancis

Selain itu, imigran juga dianggap tidak bisa berasimiliasi terhadap budaya Eropa, serta kerap dianggap sebagai kambing hitam dalam meningkatnya sejumlah kasus kriminalitas di berbagai negara di Eropa. Apalagi, bila terjadi kasus viral yang mengaitkan antara suatu kejahatan dengan warna kulit dan asal muasal pelakunya.

Untuk itu, tidak heran banyak politikus yang mengeksploitasi sentimen anti-imigran dan menormalkannya di dalam kancah perpolitikan Eropa.

Padahal, taruhannya besar, yakni mengancam kualitas demokrasi yang selama ini menjadi pilar utama mereka dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca Juga: FJPI Tingkatkan Pemahaman Kekerasan Berbasis Gender Online pada Jurnalis Perempuan Sulawesi Utara

Oleh M Razi Rahman. ***

Halaman:
1
2
3
Sumber: Antara

Berita Terkait