DECEMBER 9, 2022
Kolom

M. Razi Rahman: Sinyal Cengkeraman Sayap Kanan Menguat di Eropa

image
Presiden Prancis Emmanuel Macron di Paris pada 10 April 2022. Xinhua/Gao Jing

Dengan demikian, diperkirakan jutaan orang yang memiliki kewarganegaraan lain, seperti Prancis-Aljazair, Prancis-Maroko, atau Prancis-Tunisia akan dikesampingkan atau bahkan bisa didiskreditkan.

Seorang senator sayap kiri Prancis, Pierre Ouzoulias, dalam platform X seperti dikutip dari media Guardian, menyatakan bahwa gagasan bahwa sejumlah jabatan tertentu akan mengecualikan orang-orang dengan kewarganegaraan ganda menunjukkan "visi berbasis etnis dalam bangsa yang membeda-bedakan orang Prancis yang baik atau buruk berdasarkan asal muasalnya".

Sebelumnya pada 2022, capres RN Marine Le Pen mengusulkan agar menghentikan hak "reunifikasi anggota keluarga" bagi orang asing yang memiliki izin tinggal di Prancis, serta mengusulkan untuk menghentikan hak kewarganegaraan otomatis bagi setiap bayi yang dilahirkan oleh orang asing yang bertempat tinggal di Prancis.

Baca Juga: Michel Barnier: Keputusan Pemilu Dini dari Presiden Emmanuel Macron Dapat Picu Prancis Keluar dari Uni Eropa

Le Pen juga beberapa kali telah mengusulkan pelarangan penggunaan hijab di tempat publik, serta mengusulkan pelarangan produksi daging halal sehingga sejumlah kalangan menilai RN sebagai islamofobia.

Sayap kanan di Eropa kerap disebut sebagai gerakan yang anti-imigran serta mengkritik multikulturalisme sehingga ingin agar "budaya asli" Eropa yang bisa untuk dilestarikan serta dijunjung tinggi sehingga kerap tuduhan rasisme disematkan ke kelompok ini.

Persoalan imigran

Baca Juga: Survei: Koalisi yang Dipimpin Partai Sayap Kanan National Rally Akan Unggul di Putaran Pertama Pemilu Dini Prancis

Partai sayap kanan yang sangat menyorot persoalan imigran di Eropa memang telah lama ada di benua tersebut tetapi baru pada awal abad ke-21 ini saja mereka mulai menunjukkan taji dan cengkeramannya, yang ditandai dengan keberhasilan politikusnya memegang pucuk kepemimpinan negara, antara lain, dimulai di Polandia dan Hungaria.

Pada 2005, partai sayap kanan Hukum dan Keadilan (PiS) memenangkan pemilu (baik legislatif maupun presiden) di Polandia sehingga menjadi kekuatan dominan di negeri tersebut hingga pada 2023 mereka dikalahkan koalisi pihak oposisi. Namun, belum tentu PiS tidak akan kembali berjaya pada masa depan.

Adapun di Hongaria, sejak 2010 negara tersebut telah dipimpin Perdana Menteri Viktor Orban yang memiliki kendaraan politik partai Fidesz. Di bawah arahan Orban, Hongaria telah berkali-kali menghambat masuknya pengungsi dan Orban sendiri menekankan bahayanya bila penduduk "asli" Eropa diganti oleh kaum imigran.

Baca Juga: FJPI Tingkatkan Pemahaman Kekerasan Berbasis Gender Online pada Jurnalis Perempuan Sulawesi Utara

Berdasarkan data yang dihimpun Wikipedia, disebutkan bahwa antara dekade 2010 dan 2020, Hongaria telah turun 69 peringkat dalam Indeks Kebebasan Pers, anjlok 11 peringkat dalam Indeks Demokrasi, dan merosot 16 peringkat dalam Indeks Persepsi Korupsi.

Halaman:
1
2
3
Sumber: Antara

Berita Terkait