Taufan Hunneman: Figur Prabowo dan Tradisi Banyumasan
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Selasa, 16 April 2024 01:10 WIB
Wilayah dengan kultur seperti inilah yang menjadi asal-usul keluarga besar Pak Cum dan Prabowo Subianto.
Tradisi Banyumasan sendiri merujuk pada wilayah eks Keresidenan Banyumas, yang meliputi Kota Purwokerto, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap.
Dalam komunikasi sehari-hari, dialek Banyumasan juga digunakan warga Kebumen, yang secara administratif sebenarnya masuk wilayah eks Keresidenan Kedu (Magelang dan sekitarnya).
Baca Juga: Aliansi Mahasiswa Sultra: Hashim Djojohadikusomo Bohongi Rakyat dan Catut Nama Presiden Jokowi
Kebumen memiliki posisi tipikal dalam sejarah kemiliteran di Tanah Air. Hal itu berkat keberadaan Gombong, kota kecamatan yang masuk Kabupaten Kebumen, yang terletak di timur Kota Purwokerto.
Di Gombong pernah berdiri lembaga pendidikan bagi calon anggota KNIL (tentara Hindia Belanda). Keberadaan Gombong sebagai pusat latihan calon anggota KNIL, ibarat simbiosis mutualisme, mengingat wilayah Banyumas, sejak lama dikenal sebagai sumber rekrutmen bagi calon anggota KNIL.
Dari sinilah tradisi perwira asal Banyumas bermula, dan pada satu masa sangat mewarnai sejarah militer negeri ini, utamanya pada unsur pimpinannya.
Baca Juga: Hashim Djojohadikusumo: Prabowo Subianto Tidak Perlu Mundur dari Jabatan Menteri, Cukup Mahfud Saja
Setelah melahirkan banyak figur militer, kini dari wilayah tradisi Banyumasan, telah lahir seorang Presiden RI, yaitu Prabowo Subianto, yang sebelumnya juga dikenal baik sebagai tokoh militer.
Dua adik Pak Cum juga bergabung sebagai anggota TNI di masa awal republik, yakni Letnan Satu Soebianto Djojohadikusumo dan Taruna (Akademi Militer Tangerang) Soejono Djojohadikusumo.
Sayang sekali, keduanya terlalu cepat pergi, dan secara kebetulan juga meninggal bersamaan, sungguh kenyataan yang berat bagi Pak Cum dan ayah Pak Cum (RM Margono Djojohadikusumo, pendiri BNI 1946).
Baca Juga: Setelah Ziarah ke Makam Ibu, Prabowo Ziarah ke Makam Ayah Sumitro Djojohadikusumo Didampingi Anaknya
Dua adik Pak Cum gugur dalam pertempuran yang kemudian hari dikenang sebagai "Peristiwa Lengkong" (25 Januari 1946). Lokasi peristiwa tidak jauh dari kompleks perumahan Bumi Serpong Damai (BSD).