Pengamat Politik Kunto Adi Wibowo: Masyarakat Tak Boleh Terpecah Karena Konflik Elite Politik Usai Pemilu
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Sabtu, 30 Maret 2024 10:43 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo mengatakan, masyarakat tidak boleh terpecah karena elite politik yang sedang berkonflik setelah masa pemilu.
"Harus bisa membedakan mana retorika untuk kepentingan elite politik, mana retorika yang bertujuan merawat demokrasi. Nah ini yang susah karena secara retorika akan sama saja. Butuh ketajaman dan kedalaman berpikir bagi kita untuk merespons isu elite,” kata Kunto Adi Wibowo saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu, 30 Maret 2024.
Menurut Kunto Adi Wibowo, perang narasi itu hanya terjadi di tingkat elite politik sehingga hanya menimbulkan konflik antarpartai.
Konflik tersebut, lanjut dia, akan berbahaya jika menimbulkan narasi yang mempengaruhi masyarakat untuk ikut terprovokasi, sehingga muncul perpecahan antara pendukung kelompok tertentu.
"Kalau sudah konflik horizontal, itu akan susah untuk meredam atau mendinginkan tensi politiknya," kata Kunto.
Dia melanjutkan, banyak kemungkinan buruk yang bisa terjadi ketika konflik telah tercipta di masyarakat. Salah satunya pengerahan massa dalam jumlah besar untuk melakukan aksi anarkis dan intimidatif.
Baca Juga: Pengamat Politik Yusa Djuyandi : Prabowo Merangkul NasDem Karena Masuk Lima Besar Pemilu Legislatif
Hingga saat ini, Kunto melihat belum terlihat adanya perpecahan konflik di masyarakat yang tercipta oleh narasi elit politik. Dia berharap kondisi kondusif itu tetap terjaga selama proses sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) berlangsung.
"Saya harap tetap kondusif terus suasananya. Walaupun ada gesekan dan dinamika di elite yang tensinya meninggi,” ujar Kunto.
MK saat ini menggelar sidang perdana penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024.
Perkara yang dimohonkan adalah dari pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01 Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar terhadap Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024.
Yakni, tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
Anies mengatakan, Pemilu Presiden 2024 tidak berjalan secara bebas, jujur, dan adil.
Baca Juga: Majelis Rakyat Papua se-Papua Hasilkan Rekomendasi Akomodasi Kepentingan Politik Orang Asli Papua
Kuasa hukum pemohon Bambang Widjojanto menyampaikan pokok-pokok permohonan. Pemohon mendalilkan hasil penghitungan suara untuk pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (96.214.691 atau 58,6 persen) diperoleh dengan cara yang melanggar asas pemilu dan prinsip penyelenggaraan pemilu yaitu bebas, jujur, dan adil secara serius melalui mesin kekuasaan serta pelanggaran prosedur.
Dalam petitumnya, pemohon memohon kepada Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan batal Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Secara Nasional.
Pemohon juga meminta MK agar menyatakan diskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo-Gibran sebagai peserta Pemilu 2024, termasuk juga membatalkan Keputusan KPU yang berkaitan dengan penetapan pasangan calon 02 tentang penetapan nomor urut pasangan calon peserta pemilihan umum presiden dan wakil atas nama Prabowo-Gibran.
Selain itu, pemohon meminta MK agar memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang (PSU) tanpa mengikutsertakan pasangan calon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, serta memerintahkan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk melakukan supervisi dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini. ***