Percakapan tentang Produksi Beras Lokal, Impor Beras, dan Mengapa Harganya Mahal
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 08 Maret 2024 10:04 WIB
“Ya sulit. Karena mereka juga tergantung kepada trader beras di luar negeri. Trader beras kan pemain hedge fund semua dan mereka mengelola holding pangan. Hampir semua stok beras dan bijian dunia sudah mereka ijon lewat trade financing. Ya bagaimana melawan,“ kata saya.
“Apa enggak bisa langsung beli kepada produsen beras di Vietnam atau India atau Thailand?”
“Ya mana bisa. Kan eksportir juga sudah dapat uang di depan sebelum musim panen dan umumnya mereka sudah terikat dengan transaksi future di market,“ kata saya, tersenyum.
Baca Juga: Bayu Krisnamurthi: Bulog Komitmen Penuhi Kebutuhan Beras Masyarakat Hingga Lebaran
“Kan China juga impor beras. Kena juga permainan dari trader internasional?”
“5 dari trader pangan dunia, 2 punya China. China juga punya lahan pertanian di luar negeri. Mereka punya lahan pangan di luar negeri mencapai lebih dari 16 juta hektar. Itu cara mereka mengamankan ketahanan pangan dalam negeri,“ kata saya.
“Yuan kan punya lahan di Rusia dan Kanada tanam gandum dan jagung. Dan Yuan juga punya holding trading pangan di Singapura. Ale mengerti sekali soal itu,” kata Florence.
Baca Juga: Kepala Wilayah Bulog Ahmad Mustari: Baru 24 Persen Beras Bantuan Pangan Tersalurkan di Tanah Papua
“Ah, Yuan kelas teri soal pangan,” kata saya cepat.
“Jadi enggak mungkin harga beras akan turun?” tanya Ira.
“Bagaimana mau turun? Biaya produksi seperti pupuk, pestisida kan terus naik. Supply chain dari pupuk dan pestisida dikuasai oleh Holding trader pangan dunia.”
Baca Juga: Untuk Stabilkan Harga, Bulog Karawang Sebar Beras SPHP Hingga Menjelang Lebaran 2024
“Mana mau mereka bikin harga turun. Apalagi mereka tahu, pemerintah brengsek mengelola moneter dan fiskal,“ kata saya tersenyum.