Percakapan tentang Produksi Beras Lokal, Impor Beras, dan Mengapa Harganya Mahal
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 08 Maret 2024 10:04 WIB
ORBITINDONESIA.COM - “Ale, sebenarnya produksi beras lokal itu melimpah atau memang kurang?” tanya Ira.
“Data tahun 2023 memang produksi beras turun 1,2 persen dari 34 juta ton akibat El Nino, tetapi konsumsi meningkat 1,1 persen jadi 35,7 juta ton. Jadi memang kita minus.”
“Mau enggak mau ya harus impor, dan karena itu juga harga beras jadi naik. Maklum efek USD menguat terhadap mata uang lokal eksportir beras.”
Baca Juga: Bayu Krisnamurthi: Bulog Komitmen Penuhi Kebutuhan Beras Masyarakat Hingga Lebaran
“Ditambah lagi, negara lain penghasil beras juga turun produksinya akibat kekeringan panjang. Mereka sudah was was dan terpaksa mengurangi ekspornya,“ kata saya.
“Harga beras impor dari Vietnam berapa sampai di Indonesia?” tanya Ira.
“Sekitar Rp. 8.000 per kg.“
Baca Juga: Kepala Wilayah Bulog Ahmad Mustari: Baru 24 Persen Beras Bantuan Pangan Tersalurkan di Tanah Papua
“Terus kenapa harga jual jadi mahal?”
“Harga beras naik bukan hanya karena kurangnya produksi beras. Buktinya, walau produksi melimpah harga tetap saja naik. Penyebabnya karena tata niaga beras itu memang rente. Power ada pada pedagang besar dan importir beras.”
“Akibatnya Pemerintah sulit mengendalikan harga dan pasokan perberasan nasional. Apalagi solusi instan yang diambil Pemerintah mengatasi stok selalu berujung pada impor. Ini menunjukkan tata niaga perberasan yang sangat buruk.”
Baca Juga: Untuk Stabilkan Harga, Bulog Karawang Sebar Beras SPHP Hingga Menjelang Lebaran 2024
“Apa enggak bisa ditekan tuh konglomerat yang seenaknya saja mainkan harga beras? Bikin pemerintah bego di hadapan rakyat?”
“Ya sulit. Karena mereka juga tergantung kepada trader beras di luar negeri. Trader beras kan pemain hedge fund semua dan mereka mengelola holding pangan. Hampir semua stok beras dan bijian dunia sudah mereka ijon lewat trade financing. Ya bagaimana melawan,“ kata saya.
“Apa enggak bisa langsung beli kepada produsen beras di Vietnam atau India atau Thailand?”
Baca Juga: Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan Jamin Stok Beras Aman Hingga Lebaran 2024
“Ya mana bisa. Kan eksportir juga sudah dapat uang di depan sebelum musim panen dan umumnya mereka sudah terikat dengan transaksi future di market,“ kata saya, tersenyum.
“Kan China juga impor beras. Kena juga permainan dari trader internasional?”
“5 dari trader pangan dunia, 2 punya China. China juga punya lahan pertanian di luar negeri. Mereka punya lahan pangan di luar negeri mencapai lebih dari 16 juta hektar. Itu cara mereka mengamankan ketahanan pangan dalam negeri,“ kata saya.
Baca Juga: Tentang Beras, Duta Besar Santo Darmosumarto Bangun Kerja Sama dengan Kamboja: Ingin Impor Beras
“Yuan kan punya lahan di Rusia dan Kanada tanam gandum dan jagung. Dan Yuan juga punya holding trading pangan di Singapura. Ale mengerti sekali soal itu,” kata Florence.
“Ah, Yuan kelas teri soal pangan,” kata saya cepat.
“Jadi enggak mungkin harga beras akan turun?” tanya Ira.
Baca Juga: Entang Sastraatmadja: Menggoreng Isu Beras
“Bagaimana mau turun? Biaya produksi seperti pupuk, pestisida kan terus naik. Supply chain dari pupuk dan pestisida dikuasai oleh Holding trader pangan dunia.”
“Mana mau mereka bikin harga turun. Apalagi mereka tahu, pemerintah brengsek mengelola moneter dan fiskal,“ kata saya tersenyum.
Ira terdiam dan akhirnya bengong.
Baca Juga: Entang Sastraatmadja: Bulog, Mau Beli Gabah atau Beras?
(Dikutip dari Diskusi dengan Babo) ***