Satrio Arismunandar: Pemikiran Geopolitik Soekarno Telah Diangkat Kembali Relevansinya oleh Hasto Kristiyanto
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 02 Februari 2024 06:02 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Pemikiran geopolitik Soekarno, yang sangat maju pada zamannya, telah diangkat kembali relevansinya di masa kini oleh Hasto Kristiyanto. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Dr. Ir. Satrio Arismunandar.
Satrio Arismunandar mengomentari diskusi pemikiran Bung Karno dan kontekstualisasinya dengan Indonesia masa kini. Diskusi di Jakarta, Kamis malam, 1 Februari 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.
Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan penulis, dosen, dan pengamat politik Airlangga Pribadi Kusman sebagai nara sumber. Diskusi itu dipandu oleh Anick HT dan Swary Utami Dewi.
Menurut Satrio, ia bersyukur bahwa di saat sekarang masih ada ilmuwan dan politisi yang mau menggali ajaran dan pemikiran Soekarno. Salah satunya Hasto Kristiyanto, yang kebetulan saat ini menjabat Sekjen PDI Perjuangan.
“Penggalian pemikiran Soekarno itu bukan untuk sekadar bernostalgia atau ekspresi romantisme. Tetapi pemikiran Sukarno itu memang masih relevan dan jelas kontekstualisasinya dengan kondisi dunia sekarang,” tutur Satrio.
Satrio menyatakan, Hasto Kristiyanto pada 6 Juni 2022 telah berhasil mempertahankan disertasi doktornya di Universitas Pertahanan, dengan judul "Diskursus Pemikiran Geopolitik Soekarno Dan Relevansinya Terhadap Pertahanan Negara".
“Disertasi ini adalah penemuan kembali (rediscovery) pemikiran Soekarno. Di dalamnya ada analisis ilmiah tentang kekuatan ideologis geopolitik Soekarno dan kekuatan diplomasi Bung Karno,” jelas Satrio.
“Semua itu dalam tujuan Soekarno untuk menyusun tatanan dunia baru, di mana solidaritas bangsa-bangsa dikedepankan dan struktur PBB harus diubah, agar sistem internasional tidak lagi anarkis,” lanjut Satrio.
Menurut Satrio, gagasan itu masih relevan dan kontekstual dengan kondisi global sekarang. Contohnya, Dewan Keamanan PBB, yang memiliki lima anggota tetap dengan hak veto, terbukti gagal meredam serangan Israel yang membabi buta dan memakan 25.000 jiwa warga sipil di Jalur Gaza, Palestina.
Struktur Dewan Keamanan PBB saat ini, kata Satrio, adalah warisan Perang Dunia II. Pemegang hak veto adalah negara-negara pemenang Perang Dunia II. Padahal konstelasi dunia sekarang sudah berubah.