Diskusi Satupena, Satrio Arismunandar: Transisi dari Energi Fosil Menghadapi Tantangan Infrastruktur dan Investasi
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Kamis, 11 Januari 2024 20:33 WIB
ORBITINDONESIA.COM – Transisi dari energi fosil menuju sumber energi alternatif menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah dalam hal infrastruktur dan investasi. Hal itu dikatakan Sekjen SATUPENA, Dr. Ir. Satrio Arismunandar.
Satrio Arismunandar mengomentari diskusi tenang transisi energi fosil. Diskusi di Jakarta, Kamis malam, 11 Januari 2024 itu diadakan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, yang diketuai penulis senior Denny JA.
Diskusi yang dikomentari Satrio Arismunandar itu menghadirkan pembicara Eko Sulistyo, pengamat energi dan Direktur Institute For Climate Policy & Global Politics. Diskusi itu dipandu oleh Elza Peldi Taher dan Swary Utami Dewi.
Menurut Satrio, infrastruktur energi yang ada, seperti pembangkit listrik, jaringan pipa, dan jaringan distribusi, sangat bergantung pada bahan bakar fosil.
“Peralihan ke sumber energi terbarukan memerlukan investasi besar dalam infrastruktur dan teknologi baru, yang dapat menjadi hambatan karena tingginya biaya awal,” ujarnya.
Selain itu, kata Satrio, ada tantangan intermittency dan keandalan. Banyak sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, bersifat intermiten (terputus-putus) dan bergantung pada kondisi cuaca.
Memastikan pasokan energi yang andal dan konsisten dari sumber-sumber ini merupakan sebuah tantangan.
“Hal ini memerlukan kemajuan dalam teknologi penyimpanan energi dan pengembangan jaringan pintar untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan,” tambah Satrio, yang lulusan Elektro Fakultas Teknik UI.
Satrio menambahkan, solusi penyimpanan energi yang efektif sangat penting untuk mengelola sumber daya terbarukan yang terputus-putus. Teknologi penyimpanan saat ini, seperti baterai, masih terus berkembang.
“Solusi berskala besar serta hemat biaya diperlukan untuk menyimpan energi yang dihasilkan selama masa sibuk, untuk digunakan selama periode produksi energi terbarukan yang rendah,” jelasnya.
Selain itu, Satrio –yang skripsi S1-nya mengenai PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya)-- mengakui, bagi negara seperti Indonesia, juga ada pertimbangan ekonomi.
“Industri bahan bakar fosil memainkan peran penting di banyak perekonomian, menyediakan lapangan kerja dan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB),” tuturnya.
“Peralihan dari bahan bakar fosil dapat menimbulkan tantangan ekonomi, termasuk hilangnya lapangan kerja di industri tradisional,” Satrio menjelaskan.
“Maka mengelola dampak ekonomi dan memastikan transisi yang adil bagi masyarakat yang terkena dampak merupakan pertimbangan penting,” ucapnya. ***