Haji untuk Orang Gila
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 10 Juli 2022 08:33 WIB
Jadi, perspektif Rasulullah tentang majnun sangat berbeda dari para sahabat beliau. Para sahabat menyebut majnun untuk orang yang perilakunya tidak normal (abnormal).
Sedangkan Rasul menyebut "orang gila seperti dikatakan para sahabat yang perilakunya tidak normal tadi" adalah mubtala. Yaitu orang yang mendapat musibah atau orang sakit. la sakit karena tidak sanggup menanggung derita.
Perilakunya yang aneh hanyalah akibat dari kenyataan yang sangat menyakitkan. Misal berpisah dengan orang yang dicintai, dikhianati sahabat, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain.
Dalam hal ini, termasuk musibah secara fisik dan psikis. Misalnya, sistem saraf rusak karena kecelakaan; atau karena beban hidup yang amat berat sehingga tak sanggup mengatasinya.
Nabi Muhammad menyuruh umat untuk membantu orang mubtala. Kita harus meringankan deritanya dan memberikan jalan keluar dari bala yang menerpanya. Ia bukanlah orang yang tertutup akalnya.
Ia bukan majnun. Ia hanyalah orang yang hancur hatinya. Jadi, orang mubtala bisa disembuhkan. Ya, orang yang kena bala atau mubtala harus didekati dan disembuhkan.
Sementara orang gila, kata Rasul, ciri utamanya adalah takabur. Ia merasa dirinya besar dan merendahkan orang lain. Takabur menutupi kenyataan bahwa ia tidak berbeda dengan yang lain; ia tidak merasa bahwa dirinya hanya makhluk yang berasai dari nuthfah dan berakhir pada jifah atau bangkai (Rakhmat, 1998).
Bagaimana menyembuhkan orang majnun ini? Berhaji ke Baitullah adalah obat mujarab untuk menyembuhkan orang majnun. Saat umat Islam melaksanakan ibadah haji, yang terlihat dan terdengar hanya pujian atas kebesaran Allah. Sedangkan manusia itu kecil. Kecil sekali di hadapan Allah.
Baca Juga: Polri: ACT Pakai Dana Sosial Lion Air JT610 untuk Gaji Petinggi Yayasan