Haji untuk Orang Gila
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 10 Juli 2022 08:33 WIB
Oleh: Dr. KH Amidhan Shaberah, Ketua MUI (1995-2015)/Komnas HAM (2002-2007)
ORBITINDONESIA - Orang Gila naik haji? Begitulah seharusnya. Orang gila perlu naik haji agar kesombongannya luruh. Lalu sadar siapakah dia sesungguhnya.
Alkisah: Suatu hari, Rasulullah Saw melihat beberapa sahabatnya sedang berkumpul di suatu tempat. Rasul bertanya: Kenapa kalian berkumpul di sini?
Para sahabat menjawab, "Ya Rasulullah, ini ada orang gila sedang mengamuk. Karena itulah kami berkumpul di sini."
Baca Juga: Lulus Berprestasi Jadi Polisi, Anak Sopir Angkutan Kota di Bandung Ini Sujud di Kaki Orangtuanya
Nabi Muhammad pun berkata: "Orang ini bukan gila. la sedang mendapat musibah."
Lanjut Rasul: "Tahukah kalian, siapakah orang gila yang benar-benar gila (al-majnun haqqul-majnun)?"
Para sahabat menjawab: “Tidak tahu, ya Rasulullah?"
Baginda Rasul menjelaskan: "Orang gila ialah orang yang berjalan dengan sombong, yang memandang orang dengan pandangan merendahkan, yang membusungkan dada, mengharapkan surga Tuhan sambil berbuat maksiat kepada-Nya, yang kejelekannya membuat orang tidak aman dan kebaikannya tidak pernah diharapkan. Itulah orang gila yang sebenarnya. Adapun orang yang kau anggap gila ini hanya sedang mendapat musibah saja."
Baca Juga: Posisi Ungkap Asal Donasi Rp60 M yang Dipangkas ACT untuk Gajian, Ada yang dari Luar Negeri
Ha? Para sahabat pun kaget dengan penjelasan Rasul yang mencerahkan itu.
Benar apa kata Rasul. Orang gila adalah orang yang terkena musibah. Ia sakit. Sistem syarafnya terganggu karena ada ketidakseimbangan hormonal di otaknya.
Penyebabnya macam-macam. Mungkin karena kepalanya terbentur. Mungkin karena beban hidup yang berat sehingga fisik dan psikisnya terganggu. Macam-macam.
Orang gila bisa disembuhkan. Ilmu kedokteran modern, sudah mampu membuat obat-obatan untuk memperbaikan kerusakan saraf dan ketidakseimbangan hormonal tadi.
Baca Juga: Dapat Donasi Rp60 M Per Bulan, ACT Pangkas 20 Persen untuk Gajian Pengurus hingga Karyawan
Pandangan Nabi tentang orang gila tersebut sungguh kompatibel dengan dunia kesehatan modern.
Lalu, apa itu gila atau majnun menurut Rasulullah?
Kata majnun, orang gila, berasal dari akar kata jannat, yang artinya menutupi. la masih punya akal, tetapi akalnya tidak dapat menerangi perilakunya.
Akalnya tertutup. Akalnya sudah dikuasai hawa-nafsunya. Dalam pengertian inilah Nabi SAW menyebut orang takabur adalah majnun alias gila.
Baca Juga: Raffi Ahmad Berkurban Sapi Raksasa Ontoseno, Netizen: Kendaraan Mewah Menyeberangi Shiratal Mustaqim
Jadi, perspektif Rasulullah tentang majnun sangat berbeda dari para sahabat beliau. Para sahabat menyebut majnun untuk orang yang perilakunya tidak normal (abnormal).
Sedangkan Rasul menyebut "orang gila seperti dikatakan para sahabat yang perilakunya tidak normal tadi" adalah mubtala. Yaitu orang yang mendapat musibah atau orang sakit. la sakit karena tidak sanggup menanggung derita.
Perilakunya yang aneh hanyalah akibat dari kenyataan yang sangat menyakitkan. Misal berpisah dengan orang yang dicintai, dikhianati sahabat, kehilangan pekerjaan, dan lain-lain.
Dalam hal ini, termasuk musibah secara fisik dan psikis. Misalnya, sistem saraf rusak karena kecelakaan; atau karena beban hidup yang amat berat sehingga tak sanggup mengatasinya.
Nabi Muhammad menyuruh umat untuk membantu orang mubtala. Kita harus meringankan deritanya dan memberikan jalan keluar dari bala yang menerpanya. Ia bukanlah orang yang tertutup akalnya.
Ia bukan majnun. Ia hanyalah orang yang hancur hatinya. Jadi, orang mubtala bisa disembuhkan. Ya, orang yang kena bala atau mubtala harus didekati dan disembuhkan.
Sementara orang gila, kata Rasul, ciri utamanya adalah takabur. Ia merasa dirinya besar dan merendahkan orang lain. Takabur menutupi kenyataan bahwa ia tidak berbeda dengan yang lain; ia tidak merasa bahwa dirinya hanya makhluk yang berasai dari nuthfah dan berakhir pada jifah atau bangkai (Rakhmat, 1998).
Bagaimana menyembuhkan orang majnun ini? Berhaji ke Baitullah adalah obat mujarab untuk menyembuhkan orang majnun. Saat umat Islam melaksanakan ibadah haji, yang terlihat dan terdengar hanya pujian atas kebesaran Allah. Sedangkan manusia itu kecil. Kecil sekali di hadapan Allah.
Baca Juga: Polri: ACT Pakai Dana Sosial Lion Air JT610 untuk Gaji Petinggi Yayasan
Sebagai contoh, saat "tamu Allah" atau orang yang tengah menunaikan ibadah haji memakai baju ihram -- yang terlihat adalah semua manusia adalah sama. Saat itu, antara pembantu rumah tangga dan presiden memakai baju Ihram yang sama.
Baju yang hanya berbentuk lembaran kain putih seperti kain kafan. Baju Ihram menyimbolkan bahwa yang dibutuhkan manusia ketika meninggalkan dunia hanyalah kain kafan seperti baju Ihram. Tahta dan harta sama sekali tidak dibawa mati!
Jika hal itu direnungkan, niscaya kesombongan manusia akan sirna. Belum lagi makna rukun haji lain, yang semuanya menyimbolkan bahwa manusia sesungguhnya kecil. Manusia teramat kecil dan lemah di hadapan Allah Sang Pencipta Semesta Yang Maha Besar.
Dengan demikian, haji adalah obat paling efektif untuk menyembuhkan orang majnun. Untuk menyingkirkan kesombongan manusia. Sebab kebesaran dan kesombongan hanya milik Allah. Bukan milik manusia.
Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar Wa Lillaahil Hamd.***