Fahd Pahdepie: Pilpres 2024 dan Perang Kampanye Subliminal
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 13 Oktober 2023 14:15 WIB
Jika Anda ingat bunyi penjual es krim dari merek tertentu, bau roti atau donat di stasiun kereta atau mal, rasa unik dari ayam goreng KFC, itu semua adalah bentuk-bentuk pemrograman alam bawah sadar untuk mengubah dan mempengaruhi perilaku kita–untuk pada akhirnya mendorong kita agar ingat, suka, beli.
Kampanye Politik
Seiring berjalannya waktu pendekatan-pendekatan ini dipakai juga dalam kampanye politik. ‘Subliminal campaign’ atau kampanye pikiran bawah sadar terbukti efektif dan sangat berpengaruh dalam banyak pemilu–termasuk di Indonesia.
Jingle lagu iklan mie instan sukses ikut memenangkan SBY di pemilu 2004, kampanye ‘moncong putih’ milik PDIP bukan hanya kuat secara gambar tetapi juga bunyi, dan yang paling populer adalah baju kotak-kotak Jokowi sejak Pilgub DKI 2012 hingga Pilpres 2014.
Baca Juga: Ari Shavit: Israel Menghembuskan Napas Terakhirnya
Kampanye kotak-kotak Jokowi adalah salah satu contoh ‘subliminal campaign’ terbaik yang pernah dilakukan. Ia bukan sekadar motif baju kotak-kotak, tetapi lebih dari itu.
Yang di-install adalah ‘visual’ dan ‘auditory’, mengasosiasikan ‘kotak-kotak’ dengan sosok Jokowi-Ahok pada saat Pilgub DKI 2012 dan Jokowi-JK pada Pilpres 2014. Artinya, semua yang ‘kotak-kotak’ adalah mereka. Jika lihat kotak-kota artinya Jokowi, jika dengar kotak-kotak artinya juga Jokowi.
Bayangkan di masa tenang, atau saat menuju TPS, saat aturan KPU melarang tanda gambar dan nomor urut, ‘kotak-kotak’ bisa tetap menjadi kampanye yang efektif. Saat warga menuju TPS, mereka dibagi nasi kotak, atau teh kotak, atau kotak snack.
Jika kata ‘kotak’ ini diaktivasi, pikiran masyarakat akan tertuju kepada Jokowi–dan bukan yang lainnya. Di TPS, tentu saja, kata ‘kotak suara’ saja mengarah kepada citra Jokowi, bukan?