Ari Sulistyanto: Perlukah Stealing Thunder Buat Ganjar Pranowo?
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 18 September 2023 04:24 WIB
Komunikasi Konteks Tinggi Dan Komunikasi Konteks rendah
Andaikan data kemiskinan di Jawa Tengah menjadi isu untuk menjatuhkan Ganjar, apakah perlu untuk melakukan strategi “stealing thunder” --memberi penjelasan isu kemiskinan terlebih dulu, sebelum pihak lawan menyerang atau media menyiarkan. Ini perlu pertimbangan dan pemikiran matang.
Contoh kasus keberhasilan dalam menerapkan strategi “stealing thunder,” seperti diungkapkan di atas, umumnya berlangsung pada wilayah budaya masyarakat Barat yang terbiasa dengan komunikasi konteks rendah. Sedangkan wilayah Timur, seperti masyarakat Asia terbiasa dengan budaya komunikasi konteks tinggi. Indonesia adalah bagian dari budaya komunikasi konteks tinggi.
Edward T. Hall (1976) dalam bukunya Beyond Culture, membagi budaya komunikasi konteks tinggi dan konteks rendah. Komunikasi konteks tinggi dicirikan dengan pesannya bersifat implisit, tidak langsung dan tidak terus terang.
Pesan yang sebenarnya, bisa saja tersembunyi dalam perilaku nonverbal pembicara, seperti intonasi suara, gerakan tangan, postur tubuh, ekspresi wajah, tatapan mata, atau bahkan kontak fisik. Pernyataan verbal bisa berbeda dengan pernyataan nonverbal. Sedangkan pada komunikasi konteks rendah, karateristik pesan bersifat eksplisit, gaya bicara langsung, lugas dan berterus terang.
Berkaitan dengan persepsi terhadap isu dan kelogisan informasi. Budaya komunikasi konteks tinggi selalu melihat siapa yang menyebarkan isu, tidak memperhatikan informasi secara detil-rasional dan cenderung emosional. Sebaliknya, komunikasi konteks rendah tidak melihat siapa yang menyebarkan isu, asal rasional dan logis.
Apabila isu kemiskinan Jawa Tengah menjadi terbuka, sekaligus dengan argumentasi dan data valid sekalipun. Bagi pendukung Ganjar (PDIP dan partai koalisinya), isu tersebut dianggap sebagai serangan dan tidak menyebabkan Ganjar powerless. Yang perlu diwaspadai adalah para pemilih milenial yang cenderung berpikir rasional dan logis.
Dalam tradisi budaya China, mengakui kesalahan berarti siap untuk kehilangan muka. Sama halnya dengan Ganjar, mengakui Jawa Tengah selama kepemimpinan dua periode masih tergolong miskin, bisa menjadi potensi amunisi bagi lawan untuk menyerang yang menyebabkan kredibilitasnya turun, dan membuat pendukungnya lelah membela.
Tetapi, bagaimana kalau pihak ketiga (media atau lawan politik) mengungkapkan lebih dulu? Situasi ini membuat Ganjar terjebak dalam krisis komunikasi. “Stealing thunder” bisa efektif diterapkan pada masyarakat dengan komunikasi konteks rendah. Tetapi belum tentu berlaku pada masyarakat dengan budaya komunikasi konteks tinggi.
Ada beberapa kerangka acuan, ketika menghadapi komunikasi krisis sebagai perbaikan kredibilitas dan citra. William I. Bennoit (2008) menjelaskan lima tipologi, yaitu penyangkalan, penghindaran tanggung jawab, mengurangi serangan, tindakan perbaikan, dan mortifikasi.