Esthi Susanti Hudiono: Kesadaran Masyarakat Akan Pencemaran Lingkungan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 10 September 2023 09:30 WIB
Makanan
Indonesia masih berpegang pada kebijakan ketahanan pangan yang berorientasi pada impor. Bahkan beras pun impor besar-besaran. Gaya hidup dengan orientasi menu makanan Barat meningkatkan kebutuhan akan gandum.
Ini berarti terkait dengan impor yang semakin menghabiskan devisi yang ada. Bahkan konyol sekali banyak produk makanan bersumber dari impor. Ini sebenarnya menghina kekayaan Indonesia.
Kekayaan untuk bisa menjadi negara pertanian karena tanah dan matahari yang mungkinkan Indonesia terkemuka, faktanya menampilkan wajah kemiskinan penyediaan pangan untuk masyarakat.
Kebijakan kedaulatan pangan meski didukung namun hanya menjadi wacana untuk keperluan konferensi, kongres dan atau penelitian dengan pemain yang powerless. Kedaulatan pangan sebenarnya sangat mungkin diujudkan jika pemerintah sungguh-sungguh konsentrasi di bidang ini.
Indonesia memiliki modal besar untuk mewujudkannya berupa tanah, matahari dan budaya pangan yang telah berkembang lama (budaya ini perlahan menghilang karena hegemoni pangan dari berbagai tempat.
Selain itu kaitannya dengan kesehatan makanan bisa dilihat menu-menu di warung dan restoran. Menu sehat menghilang dan mendominasi adalah fast food. Perubahan ini juga dibiarkan berkembang. Siapa yang seharusnya lakukan kontrol?
Air
Air terkait dengan hutan, pohon dan tata kelola. Ini juga menjadi bom yang sewaktu-waktu bisa meledak. Pariwisata dengan pembangunan hotel dan penginapan yang menyerap jumlah air besar dan penambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, menjadi sumber masalah bersama.