Dr Abdul Aziz: Korupsi Gila-Gilaan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 20 Juli 2023 11:07 WIB
Baca Juga: Viral Video Maling Motor di Warakas, Jakarta Utara Diamuk Warga, Sempat Kabur Lewat Atap Rumah
Lalu uang proyeknya kemana? Ya, dibagi-bagi. Semua pihak yang berkepentingan mendapat bagian.
Di kantor kementerian tersebut, misalnya, ada "agen pembuat cap" untuk kebutuhan "fake administration". Jenis dan macam cap apa saja untuk daerah mana saja, sudah tersedia di agen tersebut.
Modus lain yang sebenarnya korupsi 100 persen tapi dianggap "halal" adalah membiarkan fasilitas tempat yang ada (milik negara), yang biayanya gratis, kemudian mencari fasilitas lain (milik swasta) yang berbayar mahal.
Satu contoh lembaga negara X yang gedungnya bagus dan fasilitas ruangannya lengkap -- tapi ketika mengadakan seminar atau training menyewa ruangan hotel yang mahal. Ini sama saja dengan korupsi karena menghambur-hamburkan uang negara.
Baca Juga: Pemerintah Luncurkan Pertamax Green 95 dari Tetes Tebu
Ada tempat seminar milik sendiri yang bagus dan gratis, kenapa sewa tempat milik swasta yg berbayar dan mahal?
Presiden Joko Widodo pernah marah kepada pejabat daerah tertentu karena dana proyek untuk mengatasi stunting ternyata 75 persennya sudah habis untuk rapat dan biaya dinas yang tidak urgen.
Ada sebuah cerita menarik yang beredar di kalangan birokrat di sebuah kementerian. Seorang menteri dari partai politik tertentu membawa staf khusus 5 orang untuk "membantunya" di kantor.
Sang menteri minta "Bagian Keuangan" menggaji staf khususnya Rp 75 juta perorang. Bos tak mau tahu. Pokoknya uang gaji staf khususnya harus ada tiap bulan. Padahal gaji staf khusus menteri, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) berkisar 7,5 juta perorang.