Dr Abdul Aziz: Korupsi Gila-Gilaan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 20 Juli 2023 11:07 WIB
Baca Juga: LAGI, Truk Kontainer Terjebak di Perlintasan Kereta Api di Jember, KA Logawa Sampai Berhenti
Selama ini, kita hanya mendengar, korupsi anggaran pembangunan di Indonesia berkisar 40-60 persen. Provinsi Banten di bawah Gubernur Ratu Atut Chosiyah (2007-2015), misalnya, terkenal sebagai daerah terkorup di Indonesia.
Sampai-sampai Atut Chosiyah -- politisi Partai Golkar itu -- mendapat julukan Ratu Korupsi. Ini karena hampir semua proyek di Banten, zaman Atut, rata-rata disunat lebih dari 50 persen nilai proyek.
Uang itu dibagi-bagi untuk keluarga Atut, jawara, dan birokrat. Walhasil nyaris setiap proyek seperti gedung, jalan raya, dan fasilitas umum lain di Banten saat itu kualitasnya buruk sekali. Karena dana pembangunannya nyaris habis dikorupsi.
Nominal korupsi di proyek Rumah Sakit Pratama Boking, TTS ini memang kecil "hanya 16,54 miliar, tidak sampai triliunan" rupiah. Tapi kalau dilihat dari persentase nilai proyeknya, luar biasa besar, hampir 100 persen. Ini yang keterlaluan. Gila.
Tapi, kalau kita telusuri, ada yang lebih gila lagi. Yaitu korupsi di proyek-proyek non fisik -- seperti seminar, pelatihan (training), rapat-rapat koordinasi, dan lain-lain.
Di proyek non fisik ini, prosentase korupsinya benar-benar 100 persen. Alias anggaran proyek tersebut ditilep semua. Habis bis. Proyek yang dikorup gila-gilaan ini umumnya proyek Pusat. Tapi pelaksanaannya di daerah.
Di sebuah kementerian yang proyeknya kebanyakan di daerah -- baik proyek fisik maupun non fisik -- anggarannya banyak sekali dikorupsi. Misal, satuan lembaga di kementerian tadi mengadakan seminar dan pelatihan di daerah.
Anggarannya ada. Laporan pelaksanaan lengkap. Daftar hadir peserta komplit. Bukti foto ada. Tapi wujud proyeknya 'adam. Alias tak ada. Fiktif. Jadi semua laporan tadi, fiktif belaka.