Dr HM Amir Uskara: Bung Karno, Tito, dan Ekonomi Pancasila
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 06 Juni 2023 07:53 WIB
Pertanyaan ini muncul karena Pancasila sebagai perekat keutuhan bangsa dan negara Indonesia, ternyata belum benar-benar "membumi" di seluruh nusantara.
Ada salah satu pilar dari Pancasila -- pinjam pernyataan Buya Ahmad Syafi'i Maarif -- yang nyaris tak tersentuh. Yaitu sila kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Buya Syafii menyatakan Sila Kelima dalam Pancasila -- Keadilan Sosial -- seperti anak yatim piatu. Keadilan sosial -- terutama yang menyangkut ekonomi -- masih jauh dari harapan. Ekonomi kerakyatan yang dikumandangkan Pasal 33 UUD 45, saat ini, berjalan terseok-seok. Bahkan nyaris ambruk.
Kita tahu, Pasal 33 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 merupakan fundamen sistem perekonomian nasional. Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.”
Baca Juga: Profil Lengkap Zlatan Ibrahimovic, Sang Raja Liga yang Putuskan Pensiun di Usia 41 Tahun di AC Milan
Makna yang terkandung dalam ayat tersebut sangat dalam: sistem ekonomi yang dikembangkan seharusnya tidak berbasis persaingan usaha yang saling membunuh dan bersifat individualis oligarkis. Tapi sistem koperasi.
Bung Hatta menyatakan, sistem ekonomi koperasi adalah yang paling tepat untuk Indonesia. Ekonomi koperasi sesuai dengan Pancasila.
Di Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, tertera jelas bahwa cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, seperti air, bahan bakar (minyak dan batubara) dan kekayaan alam lain harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demikian, kemajuan ekonomi negara harus inheren dengan kemajuan ekonomi rakyat mayoritas.