Sri Bayar Utang, Sri Ngemplang Utang
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Jumat, 08 Juli 2022 06:33 WIB
Baca Juga: Syafruddin Pernyata: Pemerintah Perlu Dorong Gerakan Menulis Sebagai Wujud Pencerdasan Bangsa
Mencermati komposisi utang Indonesia; lalu rasio utang terhadap PDB; dan menipisnya ketergantungan utang dalam bentuk valuta asing -- menjadikan Indonesia relatif aman dari "krisis ekonomi" seperti Sri Lanka.
Tambahan lagi, tidak seperti Sri Lanka yang sumber devisa terbesarnya dari pariwisata -- Indonesia mempunyai sumber daya alam yang melimpah ruah. Seperti batu bara, nikel, emas, minyak sawit, dan lain-lain.
Selama pandemi, misalnya, Indonesia justru mendapatkan rejeki nomplok dari kenaikan harga batu bara dan minyak sawit.
Jika kaum oposan terus memojokkan negara dengan menyontohkan kasus Sri Lanka, itu artinya, mereka kurang mencermati kondisi ekonomi terbaru Indonesia dan dunia.
Baca Juga: Denny JA: Wacana Pindah Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur Perlu Lebih Dipasarkan
Dunia internasional menganggap Indonesia berhasil dalam mengatasi krisis ekonomi pascapandemi. Jika tidak, mana mungkin Presiden Joko Widodo diundang untuk menghadiri KTT G-7 di Jerman akhir Juni lalu?
Sungguh itu sebuah apresiasi negara-negara maju terhadap keberhasilan Indonesia dalam mengatasi krisis pandemi dan ekonomi di dunia, yang terpuruk akibat wabah Covid-19.
Akhirnya kita tahu, betapa sesatnya orang yang menyamakan "Duo Sri" dalam pentas ekonomi. Sri Mulyani sangat berbeda dengan Sri Lanka.
Sri Mulyani bayar utang sebagai sinyal perbaikan ekonomi Indonesia. Sri Lanka ngemplang utang akibat kebangkrutan ekonominya.***