Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan Dirikan 437 Rumah Keadilan Restoratif
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 12 Februari 2023 08:45 WIB
ORBITINDONESIA - Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan membangun 437 rumah keadilan restoratif atau restorative justice yang berfungsi sebagai wadah menyelesaikan perkara di luar peradilan dengan semangat perdamaian.
"Pendirian rumah RJ di 13 kabupaten dan kota terus kami dorong dan di awal tahun ini saja sudah ada enam lagi terbentuk," kata Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejati Kalsel Ramadhanu Dwiyantoro di Banjarmasin, Sabtu 11 Februari 2023.
Ramadhanu menuturkan kasus kecil yang seharusnya bisa didamaikan maka jaksa akan mengedepankan pendekatan keadilan restoratif jika polisi tetap melanjutkan perkara pada tahap penyidikan sampai ke jaksa penuntut umum.
Ia berharap penyelesaian masalah hukum bisa dimusyawarahkan di rumah keadilan restoratif dengan dihadiri pihak berkait, pelaku dan korban serta tokoh masyarakat setempat.
"Intinya harus tercapai rasa keadilan di masyarakat tanpa dendam dan semuanya bisa menerima keputusannya untuk berdamai.”
Menurutnya, tidak semua perkara kecil bisa diselesaikan lewat keadilan restoratif dan akhirnya terpaksa dilanjutkan ke persidangan misalnya jika tidak ada alasan pemaaf atau hal yang dibenarkan.
Selama Januari 2023, dari enam perkara yang diusulkan kejaksaan di Kalimantan Selatan untuk diselesaikan lewat keadilan restoratif hanya empat perkara disetujui Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum.
Dua perkara yang ditolak adalah perkara pengeroyokan disertai penusukan, karena tidak bisa ditolerir oleh hukum.
Berkat komitmen kuat mengedepankan keadilan restoratif, Kejaksan Tinggi Kalimantan Selatan meraih penghargaan terbaik II Kejaksaan Tinggi Tipe B dalam membentuk rumah keadilan restoratif pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia 2023.
Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, ada tiga syarat prinsip keadilan restoratif yang bisa dilakukan, yaitu pelaku baru pertama kali melakukan pidana, ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun serta nilai kerugian perkara tidak lebih dari Rp2.500.000.
Namun ada pengecualian jika kerugian melebihi Rp2.500.000 tapi ancamannya tidak lebih dari dua tahun, ancaman lebih dari lima tahun asal kerugian tidak melebihi Rp2.500.000 serta kepentingan korban terpenuhi dan ancaman pidana tidak lebih dari lima tahun.
Adapun lima perkara yang tidak dapat dihentikan penuntutannya dalam penerapan restoratif, yaitu pertama tindak pidana terhadap keamanan negara, martabat presiden dan wakil presiden, mengganggu ketertiban umum dan kesusilaan.
Kedua, tindak pidana yang diancam dengan pidana minimal. Ketiga, tindak pidana peredaran narkoba, keempat lingkungan hidup dan kelima korporasi. ***