Diskusi dengan Babo: RUU Perampasan Aset Koruptor, Dampak Psikisnya Akan Luar Biasa
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 23 April 2023 17:50 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Tadi sore saya bertemu dengan teman di Hotel bilangan Senayan. Sejak 2 minggu lalu dia sudah kirim file digital naskas akademik RUU Perampasan Aset.
Rencana habis lebaran pemerintah akan ajukan draft RUU Perampasan Aset kepada DPR. Ini akan dibahas oleh DPR Komisi 3. Tentu akan alot.
"Udah baca naskah akademik RUU Perampasan Aset ?" tanya teman.
"Ya, udah."
"Terus pendapat kamu?"
"Bagus dan normatif aja. Memang begitu seharusnya."
Baca Juga: Dijamin Bikin Penasaran, Ini Dia 9 Oleh Oleh Khas Purwodadi yang Wajib Kamu Bawa Pulang
"Bisa jelaskan secara praktis penting dan urgensinya RUU itu?" tanya teman, yang juga anggota elite partai
"Gini ya,“ kata saya. “Dana hasil korupsi sekarang bukan hanya berasal dari suap dan tilep uang APBN. Tetapi mind corruption. Misal, kebijakan pemerintah lewat UU dan aturan membuat pihak lain mendapatkan keuntungan secara tidak adil.
Contoh yang lagi hit. Itu illegal mining. Impor komoditas, pelonggaran tarif, dll. Itu terjadi massive dan permissive. Itu sudah terintergrasi korupnya dalam skema pencucian uang. Tanpa UU perampasan aset tidak mungkin bisa diperangi korupsi.”
"Kenapa?"
"Uang hasil korup besar sekali. Enggak mungkin diselesaikan dengan KUHP dan UU Tipikor. Karena uang udah berubah ujud dalam bentuk saham, property, asset securities. Kepemilikan itu sudah dilayering dengan rumit."
Baca Juga: Prabowo Sowan ke Solo Bertemu Jokowi, Betulkah Prabowo Akan Dibujuk Jadi Cawapres Ganjar
"Nah, dengan adanya UU Perampasan aset, maka semua layering aset itu bisa dijebol. Walau uang itu ada di luar negeri.Tetap saja bisa dikuasai. Pasal 54 ayat 1 (b) UNCAC mengharuskan setiap Negara menjamin kemampuan mereka dalam menyita hasil tindak pidana terkait kasus pencucian,” kata saya.
"Celah masuk pengusutannya gimana? kalau struktur aset sudah serumit itu?"
"Ah mudah itu. UU Perampasan Aset itu kan penyidikannya pembuktian terbalik. Misal pejabat A, LHKN nya Rp. 20 miliar. Blok aset bergerak maupun tidak bergerak. Suruh dia buktikan aset itu. Kalau enggak bisa dibuktikan ya negara sita."
"Sederhana sekali perangi korupsi. Apa iya semudah itu?"
"Tapi dampak psikisnya luar biasa. Walau dia lakukan layering aset namun pihak terkait dengan dia akan lakukan non-engagement seketika. Nah gerakan non-engagement itu mudah dilacak oleh PPATK."
"Ya, yang kena jaring bukan hanya dia, tetapi gerombolan dia juga kena. Tapi pihak terkait ini akan mendapatkan pengurangan hukuman kalau dia membantu proses asset recovery."
"Pengalaman di luar negeri begitu. Setelah terlacak aset itu maka otoritas langsung melakukan recovery atas aset itu. Misal uang atau aset dari transaksi narkoba. Walau itu uang haram, otoritas bisa lakukan recovery dengan menjadikan uang itu legal dan masuk kas negara.”
“Mengapa mereka segera non-engagement?"
Baca Juga: Freddy Thie, Bupati Keturunan Tionghoa Pertama di Tanah Papua
"Ya umumnya mereka kan hanya boneka. Mental meraka bukan kriminal. Mana mau mereka kena hukuman 20 tahun penjara hanya karena jadi boneka,” kata saya.
Tak berapa lama Florence datang kepertemuan itu. Saya minta permisi undur diri.
"Sepertinya RUU perampasan Aset itu akan melambungkan nama Mahfud untuk layak jadi pendamping Ganjar. Idola gua. Thanks Ale lue udah nyenengin gua. Ganjar capres. Marhaen Yes !” Kata FLorence. Saya senyum aja. (Diskusi dengan Babo) ***