Puan, Mega, dan Titik Koma Perdamaian di Korea
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 10 November 2022 19:36 WIB
Oleh: Dr. Indra Iskandar, Sekretaris Jenderal DPR RI
ORBITINDONESIA - Ibu Puan Maharani, Ketua DPR RI, mendapat gelar Doktor Honoris Causa (DR HC) dari Pukyong National University (PKNU), Busan, Korea Selatan, Senin, 7 November 2022 lalu.
Kehadiran 42 anggota DPR RI -- termasuk Ketua Fraksi Utut Adiyanto dan Sekretaris Fraksi Bambang Wuryanto di PKNU, menyambut penganugerahan Dr HC tadi -- menambah bobot gelar doktor kehormatan tersebut.
Penghargaan PKNU tidak hanya mengapresiasi kiprah Puan terhadap perjuangan kesetaraan gender dan humanisme yang luar biasa, tapi juga (niscaya) mengapresiasi cucu Bung Karno yang “diharapkan mampu” meneruskan jejak politik sang kakek yang sangat dihormati di Semenanjung Korea di atas.
Baca Juga: Podcast Disabotase, Denise Chariesta Sebut RD Mirip Ibu Ibu Komplek dan Emak Emak Arisan
Hal yang kedua ini, tampaknya “kurang” terlihat pendarnya di mata publik Indonesia. Termasuk di kalangan politisi. Padahal, bagi dua presiden di Semenanjung Korea – Puan adalah sebuah harapan.
Harapan untuk mendamaikan dua negara – Korea Selatan dan Korea Utara – yang konflik berkepanjangan tersebut. Bagi publik di Semenanjung Korea, Puan tak bisa dipisahkan dari Bung Karno dan Bu Mega.
Tak bisa dipisahkan bukan dalam perspektif genealogis semata. Tapi juga dari perspektif politik, di mana sang kakek pernah menjadi pemrakarsa Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika (KTT Asia-Afrika), 1955 di Bandung yang sangat fenomenal itu.
Sampai sekarang Bung Karno tercatat dengan tinta emas sebagai pemrakarsa konferensi yang sangat bersejarah dan mendapat pujian dunia internasional.
Baca Juga: Piala Dunia 2022, Gareth Bale Masuk Dalam Skuad Wales