DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Puan, Mega, dan Titik Koma Perdamaian di Korea

image
Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar dalam Focus Group Discussion Sosialisasi Peraturan DPR RI tentang komitmen Energi Hijau Indonesia

Selain Yoon dan Moon, empat presiden sebelumnya-- Park Heun-hye, Lee Myung-bak, Roh Moo-hyun dan Kim Dae-jung, telah juga meminta Megawati untuk menjadi juru damai untuk Semenanjung Korea.

Ketika masih menjadi Presiden RI tahun 2003 Megawati bertemu dengan Pemimpin Korut Kim Jong-il, ayah Kim Jong-un di Pyongyang.

Presiden Korsel saat itu, Kim Dae-jung, segera meminta Megawati untuk terbang ke Seoul karna ingin tahu hasil pertemuan Megawati dengan Kim Jong-il.

Meskipun sudah bukan presiden, Megawati bertemu kembali dengan pemimpin Korut itu di Pyongyang tahun 2005 dan 2006.

Baca Juga: Vladimir Putin Tidak Hadir, Rusia Diwakili Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov di KTT G20

Dari catatan itu, Megawati sangat dihormati di Korea. Puan Maharani sebagai Ketua DPR (putri Megawati dan cucu Bung Karno), ketika mendapat gelar doktor kehormatan dari PKNU tersebut, selayaknya “kembali menyegarkan apresiasi” harapan Korsel tadi.

Sebagai manusia yang punya hati nurani, niscaya para pemimpin dan rakyat Semenanjung Korea -- baik Selatan maupun Utara – rindu perdamaian.

Persoalannya, memang terletak di langkah awal. Bagaimana mencari titik temunya? Buya Ahmad Syafii Maarif punya kredo menarik.

Bahwa segala sesuatu, awalnya adalah dari titik dan koma. Termasuk munculnya perdamaian. Titik dan koma itu, mungkin sepintas terlihat sederhana. Tapi di balik kesederhanaan, bila dilakukan dengan tulus, akan mampu memancarkan sinar terang.

Baca Juga: Kini Bepergian Pakai Taksi Online, Jessica Iskandar: Seru Banget

Halaman:
1
2
3
4
5

Berita Terkait