Kenali Gejala dan Penyebab Penyakit Rabies, Komplikasi yang Bisa Terjadi Hingga Cara Penanganan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 17 Juni 2023 19:22 WIB
ORBITINDONESIA.COM – Dengan tingkat kematian hampir 100 persen pada manusia dan hewan, rabies tetap menjadi ancaman global.
Rabies telah membunuh sekitar 59.000 orang setiap tahun, mengutip World Organisation for Animal Health dan beberapa sumber lainnya.
Rabies atau yang kerap kali disebut sebagai penyakit anjing gila adalah reservoir utama dari penyakit ini.
Baca Juga: Inilah Fakta Terkait Penyakit Rabies yang Fatal Bagi Manusia, Simak Gejala dan Cara Penanganannya
Oleh karena itu, mengendalikan dan menghilangkan zoonosis yang mematikan berarti memeranginya pada sumber hewannya yakni Anjing.
Selama lebih dari 4.000 tahun, rabies telah menjangkiti hampir setiap penjuru dunia dan banyak upaya telah dilakukan untuk memberantasnya.
Sebagian besar kematian akibat rabies, baik pada manusia maupun hewan, disebabkan oleh kurangnya akses ke sumber daya kesehatan masyarakat dan pengobatan pencegahan.
Baca Juga: Bung Karno Ternyata Pernah Dianggap Sebagai Dukun Penyembuh Penyakit
Artinya, negara-negara berpenghasilan rendah terkena penyakit ini secara tidak proporsional.
Menurut Pan American Health Organization, kasus rabies tercatat di semua benua, kecuali Antartika, tetapi lebih dari 95 persen kematian manusia tercatat di Asia dan Afrika.
Untuk mewaspadai penyakit ini, yuk ketahui apa itu rabies, gejala dan penyebabnya, komplikasi yang bisa terjadi, hingga penanganannya.
Baca Juga: Menyebabkan Kematian, Apakah Penyakit Rabies pada Manusia Bisa Sembuh, Lakukan Ini Jika Kamu Terinfeksi
1. Penyebab dan faktor risiko
Rabies disebabkan oleh virus rabies. Virus rabies termasuk dalam ordo Mononegavirales, virus dengan genom RNA beruntai negatif yang tidak tersegmentasi.
Dalam kelompok ini, virus berbentuk "peluru" yang berbeda diklasifikasikan dalam keluarga Rhabdoviridae, yang mencakup setidaknya tiga genera virus hewan, Lyssavirus, Ephemerovirus, dan Vesiculovirus.
Genus Lyssavirus termasuk virus rabies, kelelawar Lagos, virus Mokola, virus Duvenhage, virus kelelawar Eropa 1 dan 2, dan virus kelelawar Australia.
Baca Juga: Hari Sklerosis Ganda Sedunia: Kamu Perlu Diagnosa Penyakit Sejak Dini dan Cara Pengobatannya
Virus menyebar melalui air liur hewan yang terinfeksi. Kemudian, hewan yang terinfeksi bisa menyebarkan virus dengan menggigit hewan lain atau menusia.
Dalam kasus yang jarang, rabies dapat menyebar ketika air liur yang terinfeksi masuk ke luka terbuka atau selaput lendir, seperti mulut atau mata.
Ini bisa terjadi jika hewan yang terinfeksi menjilat luka terbuka di kulit kita, dilansir Mayo Clinic.
Baca Juga: Peringati Hari Sklerosis Ganda Sedunia, Seperti Inilah Penyebab dan Gejala Penyakit yang Serang Saraf Otak
Setiap mamalia dapat menyebarkan virus rabies. Hewan yang paling mungkin menyebarkan virus rabies ke manusia antara lain:
Hewan peliharaan dan hewan ternak:
- Kucing
- Sapi
- Anjing
- Musang
- Kambing
- Kuda
Hewan liar:
- Kelelawar
- Berang-berang
- Anjing hutan (coyote)
- Rubah
- Monyet
- Rakun
- Sigung
- Marmot tanah (woodchuk atau groundhog)
Baca Juga: NGERI! Kasus Penyakit Menular Sifilis di Yogyakarta Tahun 2023 Meningkat 60 Persen, Begini Gejalanya
Dalam kasus yang sangat jarang, virus telah menyebar ke jaringan dan penerima transplantasi organ dari organ yang terinfeksi.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko kita terkena rabies antara lain melakukan perjalanan ataupun tinggal di negara berkembang.
Melakukan aktivitas yang meningkatkan kemungkinan kita bersentuhan dengan hewan liar yang mungkin mengidap rabies.
Baca Juga: Kamu Penderita Asam Urat, Jangan Sepelekan 4 Menu Sarapan Ini Agar Penyakit Tak Kambuh
Contohnya seperti menjelajahi gua tempat kelelawar tinggal atau berkemah tanpa melakukan tindakan pencegahan untuk menjauhkan hewan liar.
Bekerja sebagai dokter hewan, ataupun bekerja di laboratorium dengan virus rabies juga akan sangat meningkatkan resiko seseorang terinfeksi virus ini.
Adanya luka terbuka di area kepala ataupun leher, juga dapat lebih mempercepat menyebarnya virus rabies menyerang otak.
Baca Juga: Kolesterol dan Berbagai Penyakit Terkait Penyumbatan Pembuluh Darah
2. Gejala
Dijelaskan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC), setelah terpapar rabies, virus rabies harus melakukan perjalanan ke otak sebelum bisa menimbulkan gejala.
Waktu antara paparan dan kemunculan gejala adalah masa inkubasi yang bisa berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
Masa inkubasi dapat bervariasi berdasarkan lokasi tempat paparan atau gigitan (seberapa jauh dari otak), jenis virus yang menginfeksi, hingga tingkat imunitas yang dimiliki.
Baca Juga: Dokter Terawan Tentang Kolesterol, Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
Gejala pertama rabies mungkin mirip flu, termasuk kelemahan atau rasa tidak nyaman pada tubuh, demam, juga sakit kepala.
Mungkin juga ada rasa tidak nyaman, tusukan, atau sensasi gatal di tempat gigitan. Gejala ini dapat berlangsung selama berhari-hari.
Gejala kemudian berkembang menjadi disfungsi serebral, kecemasan, kebingungan, dan agitasi.
Baca Juga: Waspada, Penyakit yang Selalu Menghantui Ketika Cuaca Panas melanda Indonesia
Seiring perkembangan penyakit, penderitanya mungkin mengalami delirium, perilaku abnormal, halusinasi, hidrofobia (takut air), dan insomnia.
Periode akut dari penyakit rabies biasanya akan berakhir setelah seseorang terinfeksi dalam kurun waktu 2–10 hari.
Begitu tanda-tanda klinis rabies muncul, penyakit ini hampir selalu berakibat fatal, dan pengobatan biasanya bersifat suportif.
Baca Juga: Inilah 3 Penyakit yang Sering Dikeluhkan Ketika Lebaran Idul Fitri, Waspadai Makanan Ini
Kurang dari 20 kasus kelangsungan hidup manusia dari rabies klinis telah didokumentasikan.
Namun hanya sedikit yang selamat yang tidak memiliki riwayat profilaksis sebelum atau sesudah pajanan.
Sementara itu tanda, gejala, dan dampak rabies pada hewan pun dapat bervariasi tergantung seberapa kuat infeksi dan imunitas si hewan.
Baca Juga: VIRAL, Ibu Ini Curhat Bayinya Takut Kena Penyakit karena Dipegang dan Dicium Orang ketika Lebaran, Waduh...
Gejala pada hewan sering kali mirip dengan yang terjadi pada manusia. Ini termasuk gejala non spesifik awal, gejala neurologis akut, dan akhirnya kematian.
3. Diagnosis
Tidak seperti kebanyakan penyakit, kita tidak boleh menunggu gejala untuk mendiagnosis rabies.
Kalau kamu baru digigit atau dicakar oleh hewan liar atau hewan peliharaan yang mungkin memiliki rabies, segera cari bantuan medis.
Baca Juga: Isyana Sarasvati Kabarkan Dirinya Terkena Penyakit Autoimun dan Lupus hingga Keluar Masuk Rumah Sakit
Tenaga kesehatan akan memeriksa luka dan mengajukan pertanyaan untuk menentukan apakah kita perlu dirawat karena rabies.
Pengujian tanda-tanda rabies juga bisa dilakukan. Dipaparkan dalam laman Cleveland Clinic, dokter mungkin menanyakan ini:
- Bagaimana kita bisa terluka atau tergigit.
- Hewan apa yang mencakar atau menggigit.
- Apakah mereka bisa menguji atau memeriksa hewan tersebut.
Jika hewan tersebut terkena rabies, tanda-tandanya akan diawasi atau diuji, jika memungkinkan.
Biasanya hewan akan "ditidurkan" (dibunuh secara manusiawi) untuk mengujinya.
Baca Juga: Sonny Septian Posting Fairuz A Rafiq Pulang dari Rumah Sakit, Ternyata karena Menderita Penyakit ini
Tes yang akan dilakukan untuk mendiagnosis kondisi ini antara lain:
- Tes air liur:
Kita akan meludah ke dalam tabung. Sampelnya akan dikirim ke laboratorium untuk mencari tanda-tanda rabies. - Biopsi kulit:
Dokter akan mengambil sampel kecil kulit dari bagian belakang leher. Sampel kulit akan dikirim ke laboratorium untuk mencari tanda-tanda rabies. - Tes cairan serebrospinal (pungsi lumbal):
Dokter akan menggunakan jarum untuk mengambil cairan serebrospinal dari punggung bawah. - Sampel ini akan dikirim ke laboratorium untuk mencari tanda-tanda rabies.
- Tes darah:
Dokter akan menggunakan jarum untuk mengambil darah dari lengan. Darah akan dikirim ke laboratorium untuk mencari tanda-tanda rabies. - MRI:
Kita akan berbaring di mesin yang memotret otak. Dokter akan menggunakan gambar untuk membantu menentukan apa yang menyebabkan gejala.
Baca Juga: Ribuan Orang Rela Antre, Inilah Daftar Penyakit yang Bisa Disembuhkan Ida Dayak Lewat Pengobatan Alternatif
4. Komplikasi yang bisa terjadi
Menurut laporan dalan publikasi StatPearls, berikut ini berbagai komplikasi rabies yang bisa terjadi pada manusia:
- Kejang.
- Fasikulasi (adalah kedutan otot individu yang terlihat dan tidak disengaja).
- Psikosis (gangguan mental yang menyebabkan seseorang memandang atau menginterpretasikan sesuatu secara berbeda dari orang-orang di sekitarnya).
- Afasia adalah kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan bicara karena penyakit, cacat, atau cedera pada otak).
- Ketidakstabilan otonom yang terjadi ketika sistem saraf otonom, yang mengontrol fungsi yang bertanggung jawab untuk kesejahteraan dan menjaga keseimbangan, tidak diatur dengan benar.
- Paralisis (kelumpuhan).
- Koma.
- Kematian.
Baca Juga: 34 Anak di Provinsi Papua Tengah Terkena Penyakit Campak dan Rubela, Inilah 8 Wilayah yang Terpapar
5. Penanganan
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), jika kamu digigit atau dicakar hewan yang mungkin memiliki rabies, atau jiwa hewan tersebut menjilat luka terbuka yang kamu punya.
Kamu harus segera mencuci luka tersebut selama 15 menit dengan air sabun, povidone iodine, atau detergen.
Ini mungkin meminimalkan jumlah partikel virus. Kemudian, segera cari pertolongan medis.
Setelah paparan dan sebelum gejala dimulai, serangkaian injeksi dapat mengobati potensi infeksi rabies.
Baca Juga: Inilah Aneka Penyakit yang Bisa Sembuh dengan Terapi Berenang
Karena dokter biasanya tidak mengetahui apakah hewan tersebut mengidap rabies, lebih aman untuk berasumsi bahwa hewan tersebut memiliki virus tersebut dan memulai vaksinasi.
Sejumlah kecil orang selamat dari rabies, tetapi sebagian besar kasus berakibat fatal setelah gejala berkembang, dan tidak ada pengobatan yang efektif pada tahap ini.
Alih-alih, profesional perawatan kesehatan biasanya akan mencoba dan membuat seseorang dengan gejala senyaman mungkin.
Orang-orang ini mungkin juga membutuhkan bantuan pernapasan.
Baca Juga: Apa Penyebab Penyakit Obesitas, Ini Penjelasan Menurut Pakar Gizi Fakultas Kedokteran UI
Vaksin rabies
Dokter tidak memberikan vaksin rabies secara rutin. Mereka menyimpannya untuk orang-orang yang berisiko tinggi terpapar rabies.
Seperti staf laboratorium yang bekerja dengan virus penyebab penyakit, dokter hewan, dan orang yang kemungkinan besar terkena gigitan hewan. Orang-orang ini mungkin menerima vaksinasi rutin.
Orang lain mungkin menerima vaksin setelah terpapar virus setelah gigitan hewan. Ini disebut profilaksis pasca pajanan.
Baca Juga: INFOGRAFIS: Begini Cara Kementerian Kesehatan Cegah Penyakit Demam Berdarah
Vaksin rabies mengandung versi virus rabies yang tidak aktif atau tidak berbahaya, sehingga tidak dapat menyebabkan penyakit.
Ini memicu respons kekebalan untuk menghasilkan antibodi, yang tetap berada di dalam tubuh dan membantu melindungi dari infeksi rabies di masa depan.
Dokter memberikan vaksin rabies ke lengan atas. Perlindungan pra pajanan membutuhkan tiga dosis vaksin rabies selama 28 hari.
Baca Juga: Shinta Ratri, Pendiri Pesantren Waria Yogyakarta Meninggal Dunia Karena Penyakit Jantung
Untuk perlindungan pasca pajanan, orang yang sebelumnya tidak divaksinasi memerlukan empat dosis vaksin rabies, ditambah rabies immune globulin (RIG).
Dokter memberikan RIG sesegera mungkin, di dekat luka gigitan, untuk mencegah virus menyebabkan infeksi pada individu tersebut. Ada berbagai cara untuk mencapai hal ini tergantung pada penjadwalan dan frekuensi vaksin.
6. Pencegahan
Dilansir Mayo Clinic, berikut ini beberapa langkah untuk mengurangi risiko kontak dengan hewan yang memiliki rabies:
Baca Juga: Ikuti Tips Mencegah Berbagai Penyakit Saat Liburan Tahun Baru 2023, Ini Penjelasannya Menurut Dokter
Vaksinasi hewan peliharaan kamu.
Kucing, anjing, dan musang dapat divaksinasi rabies. Tanyakan kepada dokter hewan seberapa sering hewan peliharaan harus divaksinasi.
Jaga hewan di area terbatas.
Jaga hewan peliharaan di dalam rumah dan awasi mereka saat berada di luar. Ini akan membantu mencegah hewan peliharaan bersentuhan dengan hewan liar.
Lindungi hewan peliharaan kecil dari predator.
Pelihara kelinci dan hewan peliharaan kecil lainnya, seperti marmut, di dalam rumah atau di kandang yang terlindung agar aman dari hewan liar. Hewan peliharaan kecil ini tidak dapat divaksinasi rabies.
Baca Juga: Usia MILENIAL Mulai Dihantui Penyakit JANTUNG, Kurang OLAHARAGA dan Makanan Ini Penyebabnya
Laporkan hewan liar ke pihak berwenang setempat.
Hubungi petugas kontrol hewan setempat atau penegak hukum setempat lainnya untuk melaporkan anjing dan kucing liar.
Jangan mendekati hewan liar. Hewan liar dengan rabies mungkin tampak tidak takut pada manusia.
Tidak normal bagi hewan liar untuk bersahabat dengan manusia, jadi jauhi hewan apa pun yang tampaknya tidak takut.
Jauhkan kelelawar dari rumah. Tutup semua celah dan celah tempat kelelawar bisa masuk ke rumah.
Baca Juga: Ingin Cegah Penyakit Osteoporosis? Mulai sekarang Terapkan Gaya Hidup Aktif
Jika ada kelelawar di rumah, bekerjalah dengan ahli setempat untuk menemukan cara mengusir kelelawar.
Pertimbangkan vaksin rabies jika kamu bepergian atau sering berada di sekitar hewan yang mungkin mengidap rabies.
Jika kamu bepergian ke negara di mana rabies umum terjadi dan kamu akan berada di sana untuk waktu yang lama, tanyakan kepada dokter apakah kamu harus menerima vaksin rabies.
Ini termasuk bepergian ke daerah terpencil di mana perawatan medis sulit ditemukan.
Baca Juga: Heboh Penyakit Ginjal Misterius, 4 Obat Batuk Ini Diduga Penyebabnya
Jika kamu bekerja sebagai dokter hewan atau bekerja di laboratorium dengan virus rabies, dapatkan vaksin rabies.
Rabies adalah penyakit serius yang hampir selalu berakibat fatal.
Untungnya, penyakit ini sepenuhnya dapat dicegah jika penderitanya segera dirawat.
Kalau kamu pernah digigit atau dicakar binatang atau khawatir kamu terpapar rabies, segera cari perhatian medis.***
Kamu bisa mendapatkan beragam informasi dan artikel lainnya dari OrbitIndonesia.com di Google News.