DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Carlos Yordan Hasian Johanes dari Sekolah Pahoa Terpadu: Kurangnya Pendampingan Memicu Kenakalan Remaja

image
Kepala Seksi Bimbingan Konseling Sekolah Terpadu Pahoa, Carlos Yordan Hasian Johanes.

ORBITINDONESIA.COM - Belakangan ini kenakalan di lingkungan remaja kian mencemaskan. Sepertinya sudah tak pandang usia, latar belakang dan tempat.

Ada yang dari keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah keatas pun, ikut terlibat.

Baik di kota besar maupun daerah, acapkali terdengar berita kenakalan remaja membahayakan, seperti memerkosa, berkelahi, membunuh, sampai menyalahgunakan narkoba.

Banyak faktor menjadi pemicu maraknya kekerasan di kalangan remaja di Tanah Air ini.

Berikut ada pandangan dari seorang tenaga pengajar yang menjadi Kepala Seksi Bimbingan Konseling Sekolah Terpadu Pahoa, Carlos Yordan Hasian Johanes di  Summarecon Serpong, Tangerang, Banten.

Berikut ini wawancara OrbitIndonesia (OI) dan Carlos Yordan Hasian Johanes (CL):

OI: Apa sebenarnya akar masalah paling krusial kenakalan remaja?

CL: Akar permasalahannya adalah teknologi yang tidak diimbangi kesiapan orang tua, pendidik, dan lingkungan.

Era modern melaju begitu cepat namun kesiapan kita mendampingi anak masih lambat.

Seharusnya sebagai pemangku kepentingan sekolah (keluarga, guru, pendidik) bergerak cepat agar dapat menghadapi kemajuan zaman tersebut.

Misalnya kita bisa melihat bagaimana sosial media digunakan untuk membentuk grup menginspirasi tawuran atau membully sesama teman. 

Kurangnya pendampingan juga disebabkan karena semakin sibuknya orang tua dan kurang memiliki waktu bersama anak.

Akibatnya anak lebih memilih menghabiskan waktu bersama teman atau bersama gadgetnya sepanjang hari. Pengaruh negatif dapat dengan mudah masuk dan akhirnya mereka melakukan kenakalan.

OI: Apakah tingkat kenakalan pelajar sudah mencemaskan?

CL: Tentu sudah mencemaskan. Kenakalan remaja belakangan ini memang semakin berkembang pesat dalam arti negatif.

Perkembangan tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas.

Kualitas di sini maksudnya mereka melakukan kenakalan yang lebih kreatif dan terkadang diluar dugaan kita sebagai orang dewasa.

Secara Kuantitas maksudnya jumlah anak yang melakukan kenakalan semakin banyak. Kenakalan remaja saat ini bisa dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja, bahkan terkadang kita tidak menyangka jika dilakukan oleh anak yang pintar atau pendiam di sekolah.

OI: Strategi apa yang bisa meredam kenakalan remaja?

CL: Strategi yang paling dasar adalah dimulai dari mikrosistem/lingkungan sosial terkecil anak yaitu Keluarga, keluarga harus dekat dengan anak dan anak merasa diterima didalam keluarganya sendiri.

Kemudian keluarga harus menjadi teladan yang baik, sehingga ketika memberikan nasehat atau pendapat maka otomatis akan masuk kedalam diri anak.

Selain itu juga tentu anak perlu mendekatkan diri dan menjalankan ajaran agamanya, sehingga jika menghadapi arus modernisasi yang menyimpang maka mereka punya “alarm” untuk membedakan hal yang benar dan salah.

Lingkungan sekitar juga berperan aktif dalam membimbing anak-anak, seperti di Jepang ketika anak usia SD yang harus berani dilepas sendiri untuk pergi ke sekolah maka lingkungan sekitar juga turut berperan dalam menjaga mereka.

Ketika sinergitas semua pihak dapat tercapai maka niscaya kenakalan anak dapat diredam dan mereka dapat lebih fokus untuk belajar.

OI: Perlukan sekolah "turun lebih dalam" memahami latar belakang pelajarnya?

CL: Tentu sangat perlu sekolah turut serta ambil bagian lebih dalam lagi dalam memahami siswa.

Dengan memahami siswa maka kita akan tahu kebutuhan siswa dan dapat lebih tepat dalam membimbing dan mengajar mereka.

Sekolah juga perlu menggandeng orangtua dalam hal ini karena mereka adalah orang yang paling bertanggungjawab mendidik dan membimbing anaknya.

Namun tidak bisa dipungkiri keluarga khususnya orang tua terkadang merasa kewalahan dalam membimbing anaknya, oleh karena itu sekolah perlu mengedukasi melalui pertemuan-pertemuan, seminar atau kegiatan-kegiatan yang mengakomodir.

OI: Bagaimana upaya atau pengalaman Pahoa sendiri untuk turut serta memberikan kontribusi mencegah kenakalan pelajar?

CL: Sekolah kami memilih visi Misi ACT, kependekan dari dari Attitude, Communication, dan Thinking.

Bukan tanpa alasan namun kami ingin mensinergikan ketiga hal tersebut agar anak didik kami siap diterjunkan ke masyarakat di era sekarang ini.

Selain itu kami menerapkan Pendidikan Moral Di Zi Gui dari 10 ajaran Konfusius yang universal. Pendidikan Di Zi Gui yaitu menekankan pada tingkah laku dasar untuk menjadi manusia baik serta berkarakter untuk dapat hidup harmonis dengan orang lain dan lingkungan.

Dengan kata lain mengajarkan pendidikan humanis, misalnya mengajarkan setiap siswa harus mampu berbakti kepada orang tuanya, menghormati orang yang lebih tua dan mengayomi adik yang lebih kecil.

Kami juga membudayakannya melalui 10 standar perilaku yang tidak hanya untuk murid namun juga bagi guru dan karyawan sekolah.

Standard tersebut misalnya setiap siswa harus menyapa dan memberi salam ketika di lingkungan sekolah bertemu guru atau orang yang lebih tua sekalipun ia tidak mengenalnya. Memberi dan menerima barang harus dengan kedua tangan, mengetuk pintu sebelum memasuki ruangan.

Peran orang tua juga kami libatkan dengan memberikan feedback melalui observasi di rumah, sehingga kami mengetahui apakah siswa juga melakukan hal tersebut dirumah.

Selain kegiatan seminar parenting untuk orangtua kami juga mengadakan kegiatan yang diharapkan mempererat hubungan antara orangtua dan anak seperti penuangan teh sebagai ungkapan kasih sayang kepada orang tua dan membasuh kaki orang tuanya sebagai tanda bakti seorang anak.

Upaya yang kami lakukan tersebut terus kami evaluasi dan kembangkan, tentunya kami berharap dengan kerjasama yang erat diantara pemangku kepentingan sekolah, maka kenakalan remaja dapat kami cegah. ***

Berita Terkait