Isti Nugroho, Sang Filsuf
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 01 Agustus 2022 18:04 WIB
Oleh: Syaefudin Simon, Kolumnis
ORBITINDONESIA - Sahabatku Isti Nugroho Ultah ke-62, 30 Juli lalu. Sebuah usia yang matang bagi pria untuk menikmati kehidupan. Bercanda dgn keluarga. Istri yang cantik, anak yg cerdas, dan cucu yg lucu.
Itulah kondisi ideal untuk orang awam. Tapi bagi Isti, kondisi semacam itu -- bahagia dan hidup damai dengan keluarga -- sama sekali tidak ideal. Karena, hidup seperti itu membosankan.
Tak ada nuansa pemberontakan. Tak ada gejolak pemikiran. Tak ada suasana untuk membangun kalimat-kalimat filosofis yang menggetarkan. Dan tak ada kata-kata puitis yang mencerahkan kemanusiaan.
Baca Juga: Lirik Lagu Ready For Love BLACKPINK X PUBG
Kondisi di atas, jelas bukan "habitat" Isti. Isti lebih menyukai hidup seperti Socrates. Menjadi filsuf.
Bagi Socrates, menjadi filsuf harus berani hidup soliter. Tanpa istri. Itulah yang dilakukan Isti Nugroho di usia matangnya. Ia memilih bebas dari beban apa pun, kecuali filsafat, sastra, dan drama.
Aku mengenal dekat Isti sejak awal tahun 1980-an. Seorang pemuda yang selalu membawa buku filsafat, sastra, dan sosiologi di tasnya. Kesehariannya menyendiri di sudut gedung sepi di Bulaksumur, Yogya, membaca buku-buku sastra dan filsafat tadi.
Suatu ketika, Isti yang hampir tiap hari berdiskusi denganku di sudut gedung itu, aku tanya.
Baca Juga: Nikita Mirzani Kembali Pulang, Langsung Wajib Lapor ke Kantor Polisi