Dr Fadli Zon dari HKTI: Kebijakan Pangan Kita Mestinya Mengutamakan Kesejahteraan Petani, Bukan Konsumen
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 03 Januari 2023 14:45 WIB
Apalagi, penyaluran BPNT juga tak lagi melalui Bulog. Akibatnya, karena kesulitan menyalurkan beras, Bulog juga jadi sulit dalam membuat perhitungan berapa banyak yang harus diserap.
Sebagai gambaran, ketika kebijakan Raskin/Rastra diubah jadi BPNT/Program Sembako, pengadaan domestik turun drastis dari rerata 2,16 juta ton menjadi 0,99 juta ton beras.
Program KPSH (Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga), yang dulu bernama Operasi Pasar (OP), yang semula diharapkan bisa menjadi pengganti outlet Raskin yang hilang, ternyata hanya bisa menyerap 25,3 persen (dari rerata 2.919.739 ton turun jadi 739.254 ton).
Jadi, biang keladinya adalah kebijakan pangan kita sendiri yang belum padu.
Dan kelima, soal data pangan. Data adalah instrumen penting dalam perumusan kebijakan publik.
Data pangan dan pertanian yang ada selama ini masih jauh dari akurat, sehingga menyebabkan kebijakan pangan dan pertanian yang juga tidak akurat.
Itu sebabnya sejak beberapa tahun lalu HKTI selalu mengusulkan agar Pemerintah melakukan “data amnesty” (pengampunan data).
Seperti halnya tax amnesty, data amnesty juga harus diatur dalam sebuah undang-undang yang bisa memberi jerat pidana terhadap penyedia data yang tidak akurat.