Terusirnya Warga Ahmadiyah dari Tanahnya Sendiri di NTB dalam Puisi Esai Denny JA
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 06 Desember 2022 06:59 WIB
Baca Juga: Denny JA: Ayo Tuliskan Kesaksianmu, PUBLIKASI atau DILUPAKAN
Saya beberapa kali berkunjung ke Transito, menyapa dan bercengkrama dengan mereka.
Saat pertama kali menginjakkan kaki di Transito, saya hanya bergumam, “Andai derita ini menimpa saya, maka saya tidak akan bisa setegar warga Ahmadiyah. Mereka benar-benar sabar menerima takdir. Mereka dipersekusi dan diusir dari tempat tinggal, dan mereka sabar menghadapi cobaan.”
Sebagai rasa simpati dan empati saya pada warga Ahmadiyah, untuk salat Jumat, saya memilih untuk salat bersama mereka di Masjid Transito daripada salat Jumat di Masjid Raya Hubbul Wathan, Islamic Center Mataram yang sangat megah itu.
Hati saya memberontak. Selama warga Ahmadiyah masih tinggal di Transito, saya akan memilih salat bersama mereka. Keberpihakan dan kepedulian saya pada warga Ahmadiyah sangat nyata.
Baca Juga: Denny JA: Budaya Betawi Perlu Diterjemahkan ke Pola Pikir Zaman Kini Jika Mau Bertahan
Derita bertahun-tahun warga Ahmadiyah di Transito diuraikan secara gamblang oleh Denny JA dalam puisinya, Kami Ikhlas Dikubur Hidup-Hidup.
Apa yang dituturkan Majdi, seorang wartawan yang meliput kondisi warga Ahmadiyah di Transito betul-betul menyentak hati kita. Ia melihat dan merasakan penderitaan yang sangat luar biasa, karena selama 16 tahun mereka ditelantarkan tanpa perlakuan manusiawi.
Berikut rintihan warga Ahmadiyah itu:
“Jika kami dianggap menodai agama, jebloskanlah kami ke dalam penjara. Kami seluruh warga Ahmadi, pengungsi laki-laki, perempuan, tua, muda maupun anak- anak, lahir dan batin, ikhlas dipenjara.”