Konflik Suku Dayak dan Madura di Sampit 2001 dalam Puisi Esai Denny JA
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 05 Desember 2022 08:00 WIB
Sesungguhnya, “Jeritan Setelah Kebebasan” ini bukan karya pertama puisi esai Denny JA. Sebelumnya, pada tahun 2012, ia memproduksi puisi esai dengan judul “Atas Nama Cinta”, dalam bentuk buku dan film.
Baca Juga: Konflik Primordial Berdarah di Maluku 1999 Sampai 2002 dalam Puisi Esai Denny JA
Dua dari film “Atas Nama Cinta” tersebut saya gunakan untuk mengajar di kampus untuk mata kuliah “Humanistic Studies”.
Yang pertama “Sapu Tangan Fang Yin” yang memotret kekerasan kepada etnis Tionghoa pada peristiwa Mei 98.
Kedua, “Minah tetap Dipancung” yang menyuguhkan nasib hukuman pancung terhadap Tenaga Kerja Wanita padahal ia adalah korban.
Buku puisi esai Denny JA, Jeritan Setelah Kebebasan, ini merekam 25 kasus konflik primordial pasca reformasi melalui 25 kisah drama fiksi.
Baca Juga: Denny JA: Ayo Tuliskan Kesaksianmu, PUBLIKASI atau DILUPAKAN
Dari 25 kasus tersebut, Denny mendata lima kasus terburuk yang dipilih berdasarkan indikator korban yang tewas, luas konflik yang terjadi, lama konflik, kerugian materi, dan frekuensi berita.
Salah satu dari lima konflik tersebut adalah kerusuhan Sampit tahun 2001 yang melibatkan suku Dayak dan Madura.
Denny menamai babnya dengan Kerusuhan Sampit 2001, Suku Dayak Versus Madura. Di dalamnya memuat lima judul: “Mengungsilah dulu, sayangku”, “Ayahku Menggali kuburan Massal”, “Kakakku Berburu Kepala”, “Jika Kau Rindu, Pandanglah Bintang Paling Terang”, “Ulfah Mencari Ayah Kandung”.