Survei ISDS - Litbang Kompas: ASEAN dan Rusia Bisa Jadi Mitra Indonesia Perkuat Kedaulatan Negara
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Jumat, 18 Juli 2025 02:22 WIB

Peneliti Litbang Kompas, Dimas Okto Danamasi menambahkan adanya konflik Rusia dan Ukraina bisa saja menjadi tanda bagi masyarakat Indonesia bahwa ada Rusia sebagai kekuatan alternatif selain AS dan China.
‘’Publik itu seperti ingin punya antitesa selain AS dan China. Kekuatan alternatif. Yang preferable yang mana buat mereka adalah Rusia itu bisa menghadapi Ukraina yang didukung oleh Amerika Serikat. Di mana, China kan nggak berani masuk ikut campur dalam perang tersebut, sehingga Rusia ini adalah kekuatan di gepolitik dunia sehingga mereka merasa kalau kerja sama dengan Rusia akan bagus untuk Indonesia,’’ jelasnya.
Jadi tidak hanya memperkuat posisi Indonesia terhadap China tapi Indonesia terhadap AS juga. Karena masyarakat menyadari kekuatan hegemoni AS meski tidak langsung ke Indonesia.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto Berterima Kasih ke Rusia yang Dukung Indonesia Dalam BRISC
“Yang jelas, masyarakat Indonesia ingin ada pemain baru nggak hanya AS dan China saja. Ada kekuatan alternatif ketiga (Rusia), yang menguntungkan bagi Indonesia,’’ jelasnya.
Di samping itu, bergabungnya Indonesia dengan BRICS juga menjadi salah satu penyebabnya. Sehingga awareness masyarakat Indonesia terhadap Rusia bertambah kuat yang selama ini lebih banyak tahu dari film Hollywood sebagai aktor yang selalu diposisikan sebagai ‘negara jahat’’.
Ketika ditanyakan kerja sama apa yang harus dilakukan dengan negara-negara ASEAN, mayoritas responden menjawab membuat aliansi pertahanan (36,1 persen).
Baca Juga: Dubes Rusia Vassily Nebenzia: AS Telah Membuka 'Kotak Pandora' dengan Serangan ke Iran
Kemudian disusul latihan bersama (35,1 persen), pengembangan industri pertahanan (30,6 persen), pengembangan untuk perwira TNI (27 persen), kerja sama penelitian dan teknologi (26,5 persen), dan bantuan teknologi (22,9 persen) dan lainnya. ‘’Kalau kata mereka kalau hanya Kerjasama teknologi saja kurang, harus ada aliansi pertahanan,’’ paparnya.
Adapun, China juga dianggap menjadi ancaman bagi ASEAN maupun Indonesia dalam konflik Laut China Selatan dalam kisaran 76 persen. Sebagian responden, kisaran 15 persen, yang menganggap kehadiran China di Laut China Selatan sebagai keuntungan.
‘’Kehadiran China ini ada yang melihat sebagai ancaman, ada juga yang melihat sebagai keuntungan. Di ASEAN lebih kecil 15,4 persen, bagi Indonesia keuntungannya lebih besar 17,2 persen,’’ kata Peneliti Litbang Kompas, Dimas Okto Danamasi. Yang menarik, mayoritas responden yang melihat China sebagai keuntungan bukan ancaman adalah kaum Gen Y (51,7 persen), sedangkan kaum baby boomer hanya 6 persen.
Baca Juga: China Tidak Dapat Menerima Kekalahan Rusia dalam Perang Melawan Ukraina
Pada tema isu dan negara, negara yang paling menjadi ancaman bagi Indonesia adalah China dengan responden 37,2 persen, disusul AS (32,5 persen), Rusia (5,2 persen), ASEAN (5,1 persen), Uni Eropa (3,7 persen), Australia (3,2 persen), Jepang (2,6 persen), dan lainnya.