Catatan Denny JA: Perbanyak Sastra di Ruang Publik
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 27 Juni 2025 07:55 WIB

1. Agar Manusia Tidak Mati Rasa
Di tengah dunia digital yang serba cepat, sastra memperlambat, menyentuh, dan menyadarkan.
Puisi di ruang publik ibarat pelukan di tengah jalan: mengejutkan, namun hangat.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ketika Kita Diam Saja Melihat 1300 Anak-anak Dibunuh
2. Membuka Dialog Sosial yang Baru
Ketika politik gagal membangun percakapan lintas identitas, sastra hadir tanpa pretensi. Ia menyatukan manusia melalui luka dan harapan bersama.
3. Menanam Kesadaran Kultural pada Generasi Baru
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: 100 Tahun Gedung Bunga Rampai
Di dinding sekolah, halte bus, hingga bioskop dan kafe, puisi bisa tumbuh—menanam akar budaya agar generasi muda tak tercerabut dari sejarah dan nilai-nilai luhur.
Bayangkan kisah ini. Di sebuah rumah kecil di pinggiran kota, seorang siswa SMA bernama Yusri membacakan puisi esai tentang nelayan yang tenggelam dalam badai.
Ia menulis puisi itu untuk ayahnya—yang meninggal ketika ia baru berusia dua tahun.
Baca Juga: Catatan Hamri Manoppo: Denny JA dan Peluang Nobel Sastra, Dari Puisi Esai Menuju Pengakuan Global
Saat Yusri selesai membaca, ia diam. Semua hadirin diam. Udara dingin menggigit. Tak ada tepuk tangan. Tapi ada air mata.