Catatan Denny JA: Perbanyak Sastra di Ruang Publik
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 27 Juni 2025 07:55 WIB

Bersama Fatin Hamama, ia memprakarsai Festival Puisi Esai ASEAN. Ini adalah mimpi besar: menyatukan negara-negara Asia Tenggara dalam satu panggung puisi yang berakar pada fakta dan kemanusiaan.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah negara bagian Sabah, festival ini lahir bukan dari sponsor korporat, tapi dari cinta negara terhadap warganya, yang haus akan ruang makna. Tahun ini adalah edisi keempat.
Dari Indonesia, pada tahun 2025, hadir Fatin Hamama—penyair sekaligus penggerak awal puisi esai; Gol A Gong—Duta Baca yang menjadikan literasi sebagai jalan hidup.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ketika Kita Diam Saja Melihat 1300 Anak-anak Dibunuh
Hadir pula Jonminofri Nazir—Ketua Harian Satupena; dan Mila Muzakkar. Ia penggiat literasi yang baru saja menerbitkan buku puisi esai tentang perempuan dan luka sosial.
Di tengah pantai-pantai biru kehijauan Sabah, dengan deru angin Laut Sulu dan aroma pasar lokal yang meriah, para penyair ini akan membacakan kisah dari kampung, dari kota, dari tubuh mereka sendiri.
Namun semua dirajut dengan napas ASEAN: napas kebersamaan yang lintas batas dan lintas luka.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: 100 Tahun Gedung Bunga Rampai
-000-
Mengapa Sastra Harus Hadir di Ruang Publik?
Jika jalanan kita dipenuhi iklan, pusat perbelanjaan dijejali promosi, dan media sosial tenggelam dalam kemarahan serta narsisme—di manakah tempat bagi puisi?
Baca Juga: Catatan Hamri Manoppo: Denny JA dan Peluang Nobel Sastra, Dari Puisi Esai Menuju Pengakuan Global
Kita butuh sastra di ruang publik. Mengapa?