DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Penindakan Saja Tidak Cukup, Perlu Penanganan Holistik Selesaikan ODOL

image
Focus Group Discussion (FGD) “Mencari Solusi Penerapan Zero ODOL 2026” yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP (Foto: Istimewa)

ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah, akademisi, dan pelaku industri menyepakati agar permasalahan Over Dimension Overloading (ODOL) diselesaikan secara holistik. Artinya, penangannya tidak boleh parsial atau hanya berfokus pada satu aspek saja, tetapi harus mempertimbangkan semua sisi yang terkait seperti aspek keselamatan, ekonomi, infrastruktur, dan sosial. 

Ini merupakan benang merah dari hasil Focus Group Discussion (FGD) “Mencari Solusi Penerapan Zero ODOL 2026” yang diselenggarakan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) di Auditorium Kasman Singodimedjo FISIP, Selasa, 24 Juni 2025. 

UMJ berharap dengan menginisiasi acara ini setidaknya bisa berperan serta dalam memberikan solusi bagi pemerintah bagaimana menyelesaikan masalah ODOL dari sisi akademisi. 

Baca Juga: APKI Minta Kebijakan Zero ODOL Harus Paralel dengan Dukungan terhadap Industri

Analis Kebijakan Ahli Madya Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Edi Susilo, saat menjadi keynote speech menggantikan Menko Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan permasalahan ODOL ini harus diselesaikan secara holistik. “Penanganan ODOL harus dilakukan secara holistik melibatkan berbagai pihak dengan asas kooperatif, berkeadilan, dan efektif,” ucapnya.

Karenanya, menurut dia, sebelum melaksanakan Zero ODOL ini Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan melakukan rangkaian audiensi dengan berbagai entitas di bidang transportasi dan logistik. “Hal ini bertujuan untuk mendapatkan masukan terkait kebijakan penanganan ODOL,” tuturnya.

Dia mengutarakan ada 9 rencana aksi yang akan dilakukan terkait penyelesaian ODOL ini. Di antaranya, integrasi pemetaan angkutan barang menggunakan sistem elektronik; pengawasan, pencatatan, penindakan dan penghapusan pungli di sektor transportasi darat.

Baca Juga: Pakar Transportasi Sebut Penyelesaian Masalah ODOL Butuh Waktu 20 Tahun

Lalu, penetapan dan pengaturan jalan provinsi dan kabupaten/kota serta penguatan penyelenggaraan jalan khusus logistik; peningkatan daya saing distribusi logistik melalui multimoda angkutan barang.

Selanjutnya adalah pemberian insentif dan disinsentif untuk badan usaha angkutan barang dan pengelola industri yang masing-masing mendapat atau melanggar Zero ODOL; kajian pengukuran dampak penerapan kebijakan Zero ODOL terhadap perekonomian logistik dan inflasi; penguasaan aspek ketenagakerjaan dengan standar kerja yang layak bagi pengemudi antara lain melalui standarisasi upah pengemudi angkutan barang sebagaimana UMP dan UMK-nya. 

Juga, regulasi dan harmonisasi peraturan untuk meningkatkan efektivitas penegakan Zero ODOL; dan kelembagaan yaitu pembentukan Komite Kerja Percepatan Pengembangan Konektivitas Nasional atau KP2KN sebagai delivery unit lintas sektor untuk percepatan pengembangan konektivitas di seluruh moda transportasi termasuk logistik.

Baca Juga: Industri Makanan dan Minuman Minta Roadmap yang Jelas Sebelum Zero ODOL Diterapkan

“Pemerintah menyadari penerapan Zero ODOL akan meningkatkan biaya distribusi dan harga barang, sehingga diperlukan roadmap untuk menjaga kelancaran distribusi barang. Di samping itu juga terdapat kendala terbatasnya infrastruktur UPPKB (Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor) yang aktif  dan jumlahnya masih terbatas dan dapat menyebabkan antrian,” ucapnya. 

Direktur Penegakan Hukum Korlantas Polri, Brigjen Pol. Faizal, S.I.K, M.H, saat menjadi salah satu pembicara di acara tersebut menyatakan sepakat agar permasalahan ODOL ini dibicarakan secara holistik.

“Kita memang belum akan melakukan penegakan hukum terhadap truk-truk ODOL ini sebelum ada pembicaraan dengan semua stakeholder,” ucapnya. Kepala Sub Manajemen Keselamatan Direktorat Sarana dan Keselamatan Jalan, Ellis, juga menyampaikan hal senada. 

Baca Juga: Menteri PU Dody Hanggodo: Zero ODOL Belum Bisa 100 Persen Dilakukan Saat ini

Pembicara lainnya, Pengurus Bidang Pertanian dan Perkebunan APINDO, Asep Setiaharja menyatakan setuju terhadap Zero ODOL. Namun, dia menyampaikan perlu prasyarat dulu sebelum kebijakan Zero ODOL ini benar-benar diterapkan dan diwajibkan kepada pengusaha.

“Sebagai  Apindo kami perhatikan ekosistem modal itu seperti ini, ada penyediaan infrastruktur, ada infrastrukturnya, ada regulasinya ada penegak hukumnya, kemudian ada manajemen operasional dan sebagainya,” ujarnya. 

Apindo berharap ada deregulasi kebijakan Zero ODOL, kerjasama yang baik dengan semua pihak dan berkeadilan. Hal senada juga diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (Aspadin), Rachmat Hidayat, saat menjadi pembicara dan Wakil Ketua Umum Kebijakan Publik GAPMMI, Astri Wahyuni sebagai penanggap. Pelaksanaan Zero ODOL tanpa dukungan kebijakan dan infrastruktur pendukung akan berdampak pada inflasi. 

Baca Juga: Pemerintah Mau Benahi Truk ODOL, Aptrindo Tegaskan Harus Ada Roadmap yang Jelas

“Kami memperkirakan biaya transportasi, logistik secara total kira-kira 40 persen akan mengalami kenaikan dan itu kenaikan yang menetap seterusnya. Kenapa? Karena harus ada investasi truk baru, investasi sumber daya manusia baru, investasi untuk maintenance yang baru dan seterusnya dan seterusnya. Termasuk biaya tol yang baru, biaya operasional yang baru,” tambah Rachmat.

Sementara, Astri menyampaikan tiga usulan dari GAPMMI dalam penyelesaian ODOL. Pertama, pembentukan task force lintas stakeholders, baik dari pihak pemerintah maupun pelaku usaha, untuk meneliti kembali dari hulu ke hilir. Kedua, mengusulkan adanya roadmap terpadu untuk implementasi Zero ODOL. Ketiga, sebelum implementasi penuh Zero ODOL, GAPMMI berharap dilakukan pendekatan terlebih dulu melalui pembinaan, bukan penegakan hukum secara langsung. 

Pembicara lainnya, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMJ, Prof. Dr. Taufiqurokhman, S.Sos., M.Si, menyarankan agar pemerintah jangan terlalu keras terhadap para pengusaha dalam menerapkan Zero ODOL ini.

Baca Juga: Segudang PR Pembenahan ODOL: Dari Hulu ke Hilir, Indonesia Butuh Roadmap yang Jelas

“Saya bikin survei kecil-kecilan. Jadi di era media sosial sekarang, masyarakat cenderung antagonistik. Jadi, semakin Polri, Pemerintah memberikan larangan atau ancaman ataupun sosialisasi, itu akan mengkristal, makin kuat di masing-masing dua antagonis,” ungkapnya. 

Menurutnya, ODOL ini bukan hanya semata kesalahan dari sisi pengusaha. ”Jadi, sebaiknya bisa duduk bareng, solusinya enak dan nanti keluarannya juga enak, tidak saling mengancam, sehingga masyarakat itu terhadap aturan nurut karena memang itu hak dan kewajiban,” tegasnya.

Pembicara berikutnya, Pakar Transportasi dari Institut Transportasi & Logistik Trisakti, Suripno, menegaskan selama cara berpikir dan bertindak tidak komprehensif dan parsial serta instan, Indonesia tidak mungkin menuju Zero ODOL.

Baca Juga: Pakar Trubus Rahadiansyah: Roadmap Komprehensif Wajib Disusun Sebelum Terapkan Kebijakan Zero ODOL

“Hal itu dikarenakan ODOL adalah masalah kompleks yang harus ditangani sejak dari hulu sampai hilir yang tidak bisa ditangani dengan cara penegakan hukum saja tapi harus melibatkan seluruh kementerian terkait dan pemerintah daerah,” katanya.

Dia mengatakan perlu ada perencanaan jangka panjang seperti Rencana Aksi Nasional keselamatan. Manajemennya adalah termasuk manajemen Keselamatan LLAJ karena penangan ODOL itu bagian dari manajemen Keselamatan LLAJ. Manajemen Keselamatan LLAJ sudah memiliki format baku atau formatnya sudah ada.

“Jadi, perlu adanya perencanaan jangka panjang seperti RANK (Rencana Aksi Nasional Keselamatan) LLAJ jangka waktu 20 tahun, dan turunan termasuk Rencana Pencegahan dan Penindakan ODOL,” tukasnya.

Baca Juga: Sanksi Tidak Boleh Diskriminatif, ALFI Jakarta Usulkan Roadmap dan Payung Hukum Yang Jelas Sebelum Zero ODOL

Sebagai penganggap, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Gemilang Tarigan, menyarankan agar pemerintah membenahi terlebih dulu standar mobil kontainer sebelum menerapkan Zero ODOL. Menurutnya, kalau sekarang muatannya itu di bawah standar internasional.

Dia mengutarakan truk-truk logistik itu diimpor sudah dengan memikirkan dari standar keselamatan, efisiensi, dan beratnya pun standar. Truk dengan standar internasional memiliki lebar 2,5 meter dengan toleransi 5%. “Sekarang ini, standar internasional untuk berat itu malah naik jadi 30 ton dari sebelumnya hanya 20 ton,” tuturnya.

Sementara, kata Gemilang, daya dukung jalan di Indonesia itu tidak mampu dengan barang-barang internasional. Menurutnya, di Indonesia, daya dukung jalan kelas 1 saja itu hanya 10 ton. “Apalagi di Undang-Undangnya disebutkan bahwa daya angkut kendaraan diberikan sesuai dengan daya dukung jalan di daerahnya masing-masing,” tukasnya.

Baca Juga: Pakar Transportasi Djoko Setijowarno: Zero ODOL Tanpa Roadmap Bak Macan Ompong

Penanggap lainnya, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto menyoroti maintenance jalan tol yang belum pernah dilakukan audit kekuatan jalannya.  “Itu belum pernah tuh ada audit kekuatan jalan tol. Boleh enggak kita mengaudit jalan tol berapa kekuatan sebetulnya, Berapa jalan tol yang industri itu, berapa jalan tol yang menghubungkan antar kota, kekuatannya, ketebalannya, penggunaan materialnya,” 

Sebelumnya, dalam sambutannya, Rektor UMJ, Prof. Dr. Ma'mun Murod, M.Si, menyampaikan sangat senang ketika ada ide untuk melaksanakan FGD terkait ODOL ini.

“Saya senang sekali, karena setidaknya nanti dari kampus UMJ akan mendapatkan solusi bagaimana menerapkan Zero ODOL itu. Rasanya kalau Zero ODOL beneran itu agak susah diterapkan. Tapi, paling tidak ada penguranganlah, zero korupsi kan tidak mungkin,” ujarnya.

Baca Juga: ASDP Perkuat Konektivitas dan Distribusi Logistik Gunungsitoli Pulau Nias dan Sibolga Sumatra Utara

Dia mengatakan salah satu masalah yang agak susah diurai dalam menyelesaikan masalah ODOL ini dengan baik adalah karena masalah ini tidak hanya terkait dengan satu pihak saja melainkan dengan banyak pihak. “Dan kalau sudah multi seperti itu, biasanya penyelesaiannya tidak gampang. Aturan bisa dibuat dengan baik, tapi ketika penerapannya memang sangat tidak mudah. Butuh keseriusan penanganannya,” katanya.***

Halaman:

Berita Terkait