"Melampaui Narasi Media: Menemukan Wajah Damai Ahmadiyah"
- Penulis : Khoirotun Nisak
- Kamis, 26 Juni 2025 12:16 WIB
.jpg)
ORBITINDONESIA.COM - Dua hari ini saya life in di komplek Kampus Mubarak Ahmadiyah di Parung, Bogor. Saya bersama rombongan tim Esoterika disambut dengan hangat oleh para anggota jemaat. Ini bukan kali pertama saya berelasi dengan komunitas Ahmadiyah.
Berbeda dengan life in yang pernah saya ikuti pada 2021 silam bersama para biarawati Katolik RSCJ pimpinan Sr. Gerardette Philips di Bandung - program kali ini sebenarnya tidak secara khusus dirancang untuk mengenal Ahmadiyah.
Namun takdir membawa saya kembali menyusuri jalan spiritual menuju ruang-ruang batin sendiri.
Baca Juga: Buku Alan Watts: The Way of Zen, Menyelami Kedalaman Spiritualitas Zen
Selama ini kita hanya sering mendengar bagaimana Ahmadiyah kerap menjadi sasaran diskriminasi, dituding sesat, bahkan dianggap di luar Islam oleh sebagian kalangan.
Sebagai generasi Z yang aktif menggunakan media sosial - saya merasa media sosial dan berita daring selama bertahun-tahun menyebarkan narasi penuh stigma terhadap Ahmadiyah.
Mulai dari persekusi, pembubaran ibadah, hingga penolakan hak atas tempat ibadah. Menurut laporan Setara Institute dan YLBHI, diskriminasi terhadap Ahmadiyah tidak surut hingga 2024–2025.
Baca Juga: Buku Musdah Mulia, Muslimah Reformis: "Sebuah Seruan Kritis dari Hati Nurani Seorang Perempuan”
58,75% penganut Ahmadiyah di berbagai kota seperti (Tasikmalaya, Depok, Sukabumi, Kuningan, Bogor) melaporkan diskriminasi dalam 5 tahun terakhir.
Misalnya, pembubaraan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Indnesia di Kuningan 2024 silam. Catatan kelam terhadap Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) di Indonesia.
-00-
Baca Juga: Habib Hussein Ja'far Al Hadar, "Tuhan Ada di Hatimu": Menemukan Spiritualitas yang Dekat dan Relevan
Namun, mengapa setiap kali kita menyebut “Ahmadiyah”, yang terlintas hanya diskriminasi dan ketidakadilan?