Swasembada Makanan Murah dan Sehat
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Sabtu, 16 Juli 2022 00:06 WIB
Ketimbang beras, ubi jalar lebih cepat dipanen, mudah ditanam, minim hama, meniadakan ketergantungan pada beras sehingga mengurangi beban impor beras.
Tulisan Hendrawan di atas, kembali mengingatkan bangsa Indonesia yang bahan makanan pokok utamanya adalah nasi.
Jika kita terus mengandalkan nasi sebagai makanan pokok (staple food), maka swasembada pangan sulit tercapai. Ini karena tanaman padi termasuk jenis vegetasi yg butuh perlakuan istimewa (air yang banyak, irigasi, pupuk, pestisida, dan lain-lain) untuk bisa tumbuh berkembang dan hasil panennya tinggi.
Para ahli pertanian menyebut, ongkos pemeliharaan padi sangat besar sehingga keuntungan petani minim.
Baca Juga: Percaya Kepada Koperasi
Ini beda dengan ubi jalar. Biaya pemeliharaan ubi jalar relatif murah. Dan hasilnya sangat banyak. Dalam sekali panen, 6 bulan setelah tanam, satu hektar bisa mencapai 40 ton ubi jalar. Dengan harga di tingkat petani 3 ribu per kg, tiap 6 bulan petani mendapat uang Rp 120 juta.
Minus biaya pemeliharaan dan pekerja tani, antara 30 - 40 juta per hektar, petani mendapat keuntungan 80 -- 90 juta dalam 6 bulan. Keuntungan tersebut jauh di atas petani padi yang profitnya sekali panen berkisar 4-5 juta perhektar. Contoh kalkulasi di atas, berdasarkan perhitungan petani ubi jalar di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Di Indonesia, makanan berkarbo untuk substitusi beras, jumlahnya banyak sekali, lebih dari 70 macam. Seperti berbagai jenis ubi, singkong, gembili, garut, ganyong, talas, sukun, porang, dan macam-macam.
Tanah yang subur dengan dua iklim, hujan dan kemarau, bisa untuk menumbuhkan hampir semua jenis tanaman tersebut di atas dengan baik.