DECEMBER 9, 2022
Buku

Buku Candy Darling: Dreamer, Icon, Superstar - Memoar dari Cahaya Panggung yang Tak Pernah Padam

image
https://m.media-amazon.com/images/I/71l6Ow7ssPL._UF1000,1000_QL80_.jpg

ORBITINDONESIA.COM - Resensi naratif atas buku Cynthia Carr (2024). Pemenang National Book Critics Circle Award – Biography

Ada nama-nama yang tak hanya tercatat di lembar sejarah, tapi juga di ingatan kolektif sebagai gema. Mereka hidup dalam pantulan kaca rias, dalam sorot lampu yang tak pernah padam, dalam puing-puing poster film lama, dan dalam setiap napas mereka yang bermimpi menjadi sesuatu yang dunia tolak.

Candy Darling adalah satu dari sedikit yang demikian. Dan Cynthia Carr, dalam Candy Darling: Dreamer, Icon, Superstar, tak hanya menulis ulang hidup Candy—ia menghidupkannya kembali.

Baca Juga: Buku Malcolm Gladwell, Outliers: The Story of Success, Kesuksesan Bukan Sekadar Soal Kerja Keras

Candy bukan hanya seorang ikon. Ia adalah ledakan cahaya di era yang belum siap menerima keindahan dalam bentuk yang tidak bisa didefinisikan oleh norma. Lahir sebagai James Slattery di Long Island, dan kemudian menjelma menjadi Candy di tengah semesta seni Warhol yang liar dan magis, Candy berjalan di garis tipis antara impian dan kehancuran, antara keberanian dan kerinduan yang sunyi. Ia bukan hanya seorang trans perempuan yang ingin menjadi bintang film—ia adalah bintang yang menciptakan filmnya sendiri dari kehidupan.

Carr menulis dengan ketelatenan seorang arkeolog dan kelembutan seorang penyair. Ia menggali masa lalu dengan tangan gemetar: tak ingin menyakiti, tapi juga tak ingin menyembunyikan.

Melalui ratusan surat, wawancara, foto, dan fragmen kehidupan Candy yang tercerai-berai di museum, arsip, dan memori sahabatnya, Carr menyusun kembali sebuah potret yang utuh dan penuh luka. Ini bukan biografi. Ini adalah liturgi bagi seseorang yang berani bermimpi di tengah zaman yang lebih memilih mengubur mimpi seperti itu.

Baca Juga: Buku Karen Armstrong, The Lost Art of Scripturalism

Candy tidak hidup lama. Ia meninggal pada 1974, di usia 29, karena kanker. Tapi hidupnya, meski singkat, seperti satu lagu punk yang diputar dengan volume penuh: tak tertahankan, penuh gaya, dan berakhir mendadak.

Dalam hidup Candy, dunia hanya memberi peran kecil—figuran, pelacur, transvestite. Tapi Candy sendiri tahu bahwa ia adalah bintang. Bahwa panggung bukan sekadar tempat akting, tapi tempat mengubah identitas menjadi senjata, dan keindahan menjadi protes.

Cynthia Carr dengan jernih menunjukkan betapa Candy, meski sering dianggap ikon budaya pop bawah tanah, adalah tokoh politik yang tak pernah mendeklarasikan politiknya. Eksistensinya adalah aksi politik itu sendiri. Setiap langkahnya di jalanan, setiap pose glamornya di hadapan kamera, setiap kata lembut yang ia ucapkan meski dunia menghardik—semua adalah tindakan perlawanan. Dalam tubuh Candy, politik identitas tidak ditulis dengan teori, tetapi dijalani dengan rasa sakit.

Baca Juga: Buku John Palmeyer, “Ketika Iman Jadi Ancaman: Refleksi Kritis dalam Is Religion Killing Us?”

Candy Darling tidak mewakili semua orang trans, dan Carr tidak mencoba memaksakannya. Tapi Candy adalah simbol. Bahwa menjadi diri sendiri adalah tindakan revolusioner.

Halaman:

Berita Terkait