DECEMBER 9, 2022
Kolom

Intaian Konflik Tambang Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya

image
Joshias Kapitarau, pedagang di Pulau Piaynemo, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Sabtu, 7 Juni 2025. (ANTARA/Putu Indah Savitri)

Menurut dia, kehadiran pihak yang menerima perusahaan tambang dilatarbelakangi oleh ketimpangan perekonomian. Pihak-pihak yang mendukung perusahaan tambang biasanya tidak memiliki pekerjaan atau gagal merintis usaha di bidang pariwisata.

Selain itu, pihak pendukung tambang juga acapkali datang dari daerah-daerah yang tidak menjadi objek wisata. “Tapi mungkin ada hal lain, tidak tahu bagaimana, sehingga dia juga bergabung ke masyarakat yang sementara ada mendukung perusahaan,” kata Timothius.

Bagi Timothius, inilah saat yang tepat bagi pemerintah untuk melakukan intervensi. Masyarakat membutuhkan penenang dan penengah yang dapat menjadi wasit bagi kedua belah pihak.    

Baca Juga: Destinasi Wisata PULAU TAWALE Maluku Utara Bisa Tandingi Raja Ampat, Sandiaga Uno Sampai Terpesona

Permasalahan ini tidak bisa diserahkan sepenuhnya untuk selesai antar-masyarakat. Pendekatan tersebut justru tidak efektif, karena masyarakat akan saling mengancam hingga konflik kian memanas.

Oleh karena itu, bila perusahaan tambang harus ditutup, maka pemerintah sebaiknya bertindak cepat dan tidak perlu menunggu amarah masyarakat. Pun, bila terjadi gejolak ketika pemerintah menutup perusahaan tambang, Timothius meyakini pemerintah memiliki ragam cara yang bisa menertibkan masyarakat.

Dalam kesempatan tersebut, baik Timothius maupun Joshias menegaskan bahwa mereka menolak kawasan Raja Ampat, utamanya Piaynemo, menjadi titik pertambangan nikel. Piaynemo merupakan pusat aktivitas pariwisata. Setiap tamu yang menginap di kampung-kampung lain, kata dia, pasti aktivitas utamanya mengunjungi Piaynemo.

Baca Juga: Polres Raja Ampat Periksa Delapan ABK Terkait Terbakarnya Kapal The Oceanik yang Bawa Wisatawan

Langkah pemerintah

Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq akan meninjau ulang persetujuan lingkungan bagi empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat.

Selain itu, Hanif juga melakukan penegakan hukum terhadap dua perusahaan, yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), yang kegiatan pertambangan nikelnya merusak lingkungan di wilayah pulau-pulau kecil Raja Ampat.

Baca Juga: Berlangsung Pungutan Liar Miliran Rupiah kepada Turis di Raja Ampat, KPK Mulai Bergerak

“Kami tidak akan membiarkan satu inci pun kerusakan di wilayah yang menjadi rumah bagi 75 persen spesies karang dunia dan ribuan spesies endemik,” kata Hanif sampaikan dalam sebuah konferensi pers.

Halaman:

Berita Terkait