DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Penelitian Sebut Tarif AS Akan Picu Krisis Energi di Tengah Ketidakpastian Ekonomi Global

image
Tangki penyimpanan minyak bahan bakar terlihat di Bayside Fuel Depot di Brooklyn, New York, Amerika Serikat (AS), pada 8 Maret 2022. (Xinhua/Michael Nagle)

"Dalam bisnis dengan siklus perencanaan lima hingga sepuluh tahun, ketidakpastian soal biaya proyek untuk tahun depan atau tahun berikutnya sangatlah mengganggu," menurut laporan WoodMac. Konsultan tersebut mengatakan bahwa banyak perusahaan melaporkan penyesuaian strategi dan rencana bisnis, termasuk penundaan investasi.

Hambatan tarif secara efektif mengukuhkan posisi AS sebagai lokasi berbiaya tinggi untuk energi terbarukan dan penyimpanan energi.

Pemerintahan Trump mempromosikan tarif sebagai alat untuk mendorong relokasi manufaktur ke dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada rantai pasokan asing. Namun, analisis menunjukkan bahwa kebijakan ini justru menghasilkan efek sebaliknya di sektor energi yang sangat penting.

Baca Juga: South Centre Desak Negara-Negara Berkembang Bersatu Lawan Penyalahgunaan Tarif AS

Sektor logam dan pertambangan, yang esensial untuk infrastruktur energi, akan mengalami dampak yang sangat parah. Permintaan aluminium turun hampir 4 juta ton pada 2026, dengan tembaga turun 1,2 juta ton, dibandingkan dengan proyeksi dasar. Permintaan baja turun sebesar 90 juta ton dan permintaan litium turun 70.000 ton.

Analisis tersebut menyatakan bahwa perusahaan di industri energi dan sumber daya alam kini harus "menghadapi ketidakpastian terkait tarif yang akan berlanjut selama berbulan-bulan, dan mungkin bertahun-tahun ke depan."

Perusahaan tersebut memperingatkan bahwa, tidak diragukan lagi, investasi yang lebih berisiko akan dikurangi, dan strategi yang menciptakan fleksibilitas yang lebih besar akan diprioritaskan, yang secara fundamental akan mengubah arah pengembangan energi AS untuk tahun-tahun mendatang.***

Baca Juga: Uni Eropa Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Akibat Kenaikan Tarif AS dan Ketidakpastian

Halaman:
Sumber: Xinhua

Berita Terkait