Akaha Taufan Aminudin: Percintaan Dalam Kabut, Resensi Buku Lentera Pasundan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 20 September 2022 08:24 WIB
Oleh: Akaha Taufan Aminudin
ORBITINDONESIA - Keunikan yang dapat kita temukan dalam buku puisi esai ini adalah cover buku dengan desain grafis yang dikerjakan Danny Fadryana dan Maulana, kerja kreatif yang sangat menarik.
Harmonis dengan warna dasar campuran krem, coklat hitam dan tulisan judul berwarna kuning dan gambar patung serta bayangan alat tradisional pasundan yang memancarkan ketegasan, ketenangan, kedamaian, dan kesejukan penuh tantangan.
sesuai dengan judul buku puisi esai ini yaitu Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) PERCINTAAN DALAM KABUT yang akan memikat pembaca, sehingga penasaran akan isi membuat orang tertarik untuk membaca buku ini.
Baca Juga: Banding Ferdy Sambo Ditolak, Politikus Partai Gelora Sulkarnain Wahid Apresiasi Kapolri
Di awal hingga akhir buku ini, pembaca akan disuguhkan dengan deretan puisi esai yang menguras emosi.
Isi puisi yang menggambarkan kesenjangan sosial yang sedang marak terjadi di sekitar kita, dapat menghanyutkan siapa saja yang membaca sehingga, dapat merasakan keadaan yang ingin disampaikan penulis kepada para pembacanya.
Keseluruhan puisi esai ini juga memiliki hikmah di setiap bait yang di sampaikan, sehingga dapat menjadi modal pembelajaran bagi setiap orang yang membacanya, dan menjadi pedoman kehidupan di masa depan.
Sehingga tidak terjadi hal yang sama di lain waktu dan dengan membaca buku seri puisi esai akan membuat pembaca paham tentang sederetan peristiwa konflik dan sejarah yang pernah terjadi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) PERCINTAAN DALAM KABUT
Baca Juga: Saudi Akan izinkan Konsumsi Minuman Alkohol
Dalam dunia perpuisian, tak hanya relasi manusia dengan Sang Pencipta dan relasi antar manusia yang menjadi objek proses kreatif penyair, menuliskan puisi-puisinya yang merepresentasikan cerminan dari kegelisahan penyair dengan penguasa negeri ini, birokrasi, hukum dengan semena-mena dan ketidak adilan aturan sepihak dan atau penyair dengan manusia.
Dengan cara penulisan baru puisi esai, puisi panjang bercatatan kaki, mengawinkan fakta dan fiksi dalam buku setebal 158 ini adalah media untuk mempermudah pembaca agar tidak salah tafsir dalam memaknai karya 6 penyair dalam puisi esainya.
Buku ini dimulai dengan sambutan pengantar yang sangat menarik bersinergi dengan karya-karya para penyair-penyair yang telah lama berkecimpung dalam dunia tulis menulis dan dituliskan pengertian dan makna dari puisi itu sendiri pada kata pengantar, kemudian dilanjutkan dengan prawacana serta puisi-puisi esai dari masing-masing penyair.
Baca Juga: Kisah Hikmah - Pria yang Tidak Lolos Ujian Universitas dan Istri yang Bijaksana
Puisi esai dalam antologi puisi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) Ada enam penyair tersebut adalah: Ahmad Gaus dengan karyanya Kutunggu di Cisadane, Denis Hilmawati dengan karyanya berjudul ‘Lentera Cinta di Gedung Juang Tambun’,
Jojo Rahardjo dengan karyanya berjudul ‘Laylis Istri Kontrak: Kisah Memilukan di Cisarua’, Peri Sandi Huizhce dengan karyanya berjudul ‘Mata Luka Sengkon Karta’, Tri Sanyoto dengan karyanya berjudul ‘Indramayu, Sebuah Ironi’
dan yang terakhir Ummi Rissa dengan karyanya berjudul ‘Noni, Gadis Cilik Bermata Bulat’. Pengantarnya Eka Budianta dengan ulasan pemikirannya yang sangat menarik ‘PENCERAHAN TAK BOLEH BERHENTI’.
Pada awal buku dengan kata pengantar Eka Budianta ulasan pemikirannya yang sangat menarik ‘PENCERAHAN TAK BOLEH BERHENTI’. Pada kata pengantar menguraikan mengenai Di Indonesia, Provinsi Jawa Barat memiliki paling banyak perguruan tinggi.
Di provinsi ini terdapat Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, dan Universitas Indonesia yang terletak di Depok.. Tetapi mengapa ada jeritan “Lepaskan, Pak, lepaskan, Pak, saya ingin sekolah!” seperti yang mengawali pengantar ini?
Mengapa jeritan itu terdengar di Jawa Barat? Bagaimana kita tahu ada suara semacam ini? Media apa yang melantangkannya? Apa atau siapa pelantangnya? Televisi? Surat kabar? Atau seminar dan lokakarya di hotel-hotel mewah yang memasang baliho-baliho besar?
Tidak. Jeritan itu tidak saya dengar dari Radio Republik Indonesia yang saya banggakan. Tidak juga saya baca di lembaran negara mana pun, tetapi saya baca dari sebuah puisi esai karya Ummi Rissa – seorang penggiat Forum Sastra Bekasi.
Kegiatannya sehari-hari mengajar siswa SMP dan SMA di Bekasi dan Cibinong. Pemikiran dan pengalamannya bisa diikuti melalui: sudutcahayapuisi.blogspot.co.id
Baca Juga: Anies Baswedan dan Politik Anglo
Eka Budianta juga menjelaskan isi dari keseluruhan puisi yang terdapat dalam buku dengan singkat dan padat namun tetap dapat dimengerti pembaca. Ada enam penulis tampil bicara dari Jawa Barat: Denis Hilmawati, Jojo Rahardjo, Ahmad Gaus, Peri Sandi Huizhee, Tri Sanyoto, dan Rissa Churria/Ummi Rissa.
Bila setiap provinsi terdiri dari enam tulisan, tentu hampir 200 penulis diperlukan untuk menggarap seluruh kawasan Indonesia. Bila ditambah dengan “Provinsi Teluk Cenderawasih” dengan Ibukota Serui, yang dideklarasikan 12 Desember 2012 – jumlahnya menjadi 35 propinsi, paling sedikit kita memerlukan 210 penulis puisi esai.
Dan jumlah itu masih sangat sedikit mengingat lebih dari 10,000 penyair yang berkarya untuk lebih dari 250 juta warga bangsa Indonesia di tahun 2018, saat terbitnya buku ini.
Jadi, alih-alih menolak – apalagi menentang munculnya seorang Denny JA yang menginisiasi gerakan menulis puisi esai ini, saya lebih suka mendukung, bahkan mendorong munculnya inisiator yang mampu memberikan sponsor lebih banyak lagi.
Baca Juga: Dekati Puncak Klasemen, Bastianini Belum Pikirkan Juara Dunia
Bukan hanya puisi esai, tapi juga perlu dikembangkan berbagai genre baru seperti ‘pentigraf’ (cerpen tiga paragraf ), new karmina, haiku Indonesia, dan seterusnya, baik yang sudah muncul, sedang diolah, maupun yang masih akan dihadirkan.
Puisi esai dalam antologi puisi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) Ada enam penyair tersebut adalah : Puisi esai pertama Ahmad Gaus dengan karyanya Kutunggu di Cisadane, Puisi esai “Kutunggu di Cisadane” berkisah tentang cinta sepasang muda-mudi, Agnes dan Ridho, yang berbeda etnis dan agama.
Orang tua Agnes masih berpikir bahwa etnis keturunan Tionghoa harus hidup secara eksklusif karena ada diskriminasi terhadap mereka oleh penduduk asli Indonesia.
Oleh karena tidak ada jalan keluar, sementara Agnes sangat mencintai Ridho, akhirnya Agnes bunuh diri dengan menceburkan diri ke Sungai Cisadane.
Baca Juga: Anies Baswedan Menuju Lengser: Netizen Ini Ungkap Relawan Anies Mulai Bergerak di Masjid
Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) Puisi esai kedua Denis Hilmawati dengan karyanya berjudul ‘Lentera Cinta di Gedung Juang Tambun’, Puisi esai ini bercerita tentang gadis cantik bernama Pin Yin, yang beruntung mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah di Belanda..
Saat di perpustakaan, dia berkenalan dengan Dave. Dave merasa tertarik pada Pin Yin. Kedua sejoli itu pergi ke Indonesia. Pin Yin pulang karena sekolahnya telah selesai, sedangkan Dave bertugas ke Indonesia. Cinta keduanya berkembang karena penelusuran leluhur keluarga.
Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) Puisi esai ketiga, Jojo Rahardjo dengan karyanya berjudul ‘Laylis Istri Kontrak: Kisah Memilukan di Cisarua’, kawasan di Puncak, Bogor, dua kali dalam satu tahun banyak ditemukan orang asing dari negeri Arab yang berwisata seks di kawasan itu.
Mereka memuaskan syahwat selama beberapa minggu dengan menjalani kawin kontrak dengan perempuan yang datang dari beberapa tempat di Jawa Barat.
Kawin kontrak seperti ini seharusnya disebut pelacuran, sebab mereka melakukan transaksi untuk “menguasai” perempuan dalam jangka waktu tertentu.
Perempuan yang dikuasai ini dianggap istri sah, karena telah melalui sebuah prosesi pernikahan sebelumnya, lengkap dengan pemberian mahar yang dibayarkan oleh pihak lelaki. Setelah ‘menikah’ selamat beberapa waktu sesuai perjanjian, mereka pun bercerai.
Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) Puisi esai keempat, Peri Sandi Huizhce dengan karyanya berjudul ‘Mata Luka Sengkon Karta’, Menilik narasi sejarah bangsa Indonesia dari kacamata penguasa akan dijumpai narasi yang testruktur, lantang, terpandang, bahkan narasi model ini tercatat dalam buku-buku pelajaran hingga menyebar ke pelosok pikiran kebanyakan orang.
Sengkon dan Karta adalah dua orang petani di suatu desa yang mengalami peristiwa naas karena dituduh merampok dan membunuh. Ia diadili-paksa secara tidak adil dan dipenjarakan selama bertahun-tahun; sampai di kemudian hari, di penjara, kedua petani itu bersua dengan pelaku yang sebernarnya.
Baca Juga: Usai Aragon, Bagnaia Mulai Serius Bicara Juara Dunia MotoGP 2022
Sengkon-Karta adalah korban salah tangkap sekaligus menjadi bidan bagi kelahiran Undang- Undang Peninjauan Kembali, undang-undang yang kelahirannya ditebus dengan perih-getir-luka-luka hingga ajal.
Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) Puisi esai kelima, Tri Sanyoto dengan karyanya berjudul ‘Indramayu, Sebuah Ironi’ Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, dikenal dengan sebutan daerah lumbung padi nasional.
Daerah ini memiliki lahan seluas 204.011 hektare, dan 110.877 hektare atau 54,35 persen di antaranya sawah tadah hujan. Ironisnya, sebagai salah satu pemasok beras terbesar, nasib petani Indramayu tidak mujur.
Mereka memproduksi beras berkualitas, akan tetapi mereka tercatat sebagai penerima beras untuk rakyat miskin (raskin) terbanyak di Jabar.. Kemiskinan membuat warga Indramayu, bahkan termasuk anak-anak mereka, terpaksa menjadi pengemis dan pelacur. Ada pula yang menjadi tenaga kerja wanita (TKW) dan buruh kasar.
Baca Juga: Simone inzaghi Sebut Inter Milan Belum Stabil Usai Dipermalukan Udinese
Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) Puisi esai keenam Ummi Rissa dengan karyanya berjudul ‘Noni, Gadis Cilik Bermata Bulat’.
Noni dikaruniai satu orang anak dari pernikahannya, seorang bayi perempuan yang diberi nama Ratih dan mempunyai panggilan Gendis.
Genap tiga tahun usia pernikahannya, Noni kecil itu bercerai dari suaminya, akhirnya pecahlah pernikahan dini itu. Dari pernikahan kedua, Noni melahirkan satu orang anak diberi nama Bilqis. Noni belum jera juga.
Dia menikah untuk ketiga kalinya. Diam-diam jika Noni tidak di rumah, suaminya mendekati Gendis, masuk ke kamar Gendis. Dia menerkam Gendis dengan seluruh nafsunya, memperkosa dan merenggut keperawanannya.
Baca Juga: Oktober Mendatang, Donny Van de Beek Bakal Unjuk Skill
Pada suatu malam ketika ayah tiri Gendis hendak memperkosanya lagi, Gendis menghunjamkan pisau dapur tepat ke ulu hatinya. Ayah tirinya itu jatuh terkapar dan tewas.
Dalam proses penulisan teks, pengarang menggunakan berbagai rujukan atau kutipan dari teks-teks yang telah ia baca. Di samping itu, sebuah teks baru tersedia melalui proses pencarian materi yang hendak ditulis.
Dengan tersedianya mesin pencari informasi seperti google, yahoo, infoseek, dan sebagainya, bermacam inspirasi bisa digali.
Kelebihan puisi esai yang ditulis pada masa sekarang adalah tersedianya sumber data, sumber cerita, bahkan sumber semangat hidup yang melimpah ruah dalam Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) PERCINTAAN DALAM KABUT.
Baca Juga: Eric Nam Bakal Konser bareng Honne, Lauv, Sampai Rendy Pandugo di Jakarta November Nanti
Kelemahan dalam puisi esai ini adalah pemilihan kata kurang bisa dipahami oleh pembaca, kemudian ada beberapa kata-kata yang sulit untuk di pahami dan tidak di jelaskan dalam buku puisi ini sehingga mengharuskan pembaca untuk mencari artinya di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ataupun melalui internet lewat mbah google.
Kelemahan berikutnya puisi esai tingkat kesulitan simbol-simbol dan metafora. Dan tingkat kesulitan menyatukan bentuk dan isi secara organis. Maka proses kreatif penyair harus terus di asah di latih secara maksimal, untuk melahirkan karya karya puisi esai yang baik dan mengesankan.
Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) PERCINTAAN DALAM KABUT akan terbawa merasakan kebenaran sejarah yang membawa hikmah.
Tema-tema gugatan atas kasus yang diangkat dalam buku ini sebelumnya lebih sering dibaca secara sangat berat dalam konteks konflik sosial antara mereka yang menyebut diri sebagai pembela dan mereka yang dikatakan sebagai biang kerok.
Baca Juga: Erik Ten Hag Bakal Eksperiment, Bagaimana dengan Donny van de Beek
Kritik dan narasi dalam buku ini terasa sejuk dan cerdas.melalui puisi esai dalam memotret realitas sosial, kritik-kritik dapat disampaikan dengan tegas atau tetap dapat mengalir deras tetapi tidak membuat pikiran dan perasan terbakar karena dipaparkan secara puitis.
Dalam puisi esai kritik meluncur tajam tetapi tetap enak nyaman dibaca renyah dan gurih.
Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) PERCINTAAN DALAM KABUT, ini membuat bahwa setiap puisi memunculkan kesadaran paling dalam. Ada kalanya puisi diperlukan untuk membangun impuls-implus, sengatan sesaat yang bisa membuat bahagia, jengkel, marah, kecewa, terharu, maupun geli.
Tetapi jangan lupa, secara akumulatif, rangsangan-rangsangan yang paling sederhana pun dapat dimaknai dan diapresiasi sebagai usaha mengkomunikasikan perasaan. Di sanalah puisi berfungsi, sehingga semua informasi yang disajikan sebagai esai mendapatkan darah-dagingnya menjadi karya sastra yang hidup.
Baca Juga: Gubernur Sulut Olly Dondokambey Yakin Kerja Sama dengan Korsel Menguntungkan
Pemilihan pola ungkap melalui Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) PERCINTAAN DALAM KABUT, ini membuat isu yang diangkat menjadi lebih mudah dikomunikasikan kepada khalayak pembaca.
Hal ini membuat puisi esai dalam kumpulan ini lebih mudah dipahami, termasuk oleh para pembaca pemula.
Karena, sastra pada dasarnya memang sepanjang waktu berada dalam pertentangan antara tradisi dan modernitas, antara satu genre dan genre yang lain, sesuai dengan situasi dan perkembangan budaya, teknologi, dan pengaruh dari berbagai faktor lain di luar karya itu sendiri.
Hal ini membuat Puisi esai dalam antologi Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat) PERCINTAAN DALAM KABUT ini menjadi menarik untuk dibaca, apalagi bagi generasi muda yang tidak mengalami secara langsung suasana konflik tersebut.
Baca Juga: Wow, Antonio Conte Beri Kode Balik ke Juventus
Sebuah genre baru untuk generasi milenial Semoga karya ini dapat memberikan pencerahan bagi para pembaca dan menjadi sumber alternatif lain untuk pembelajaran sastra bagi generasi yang akan datang.
Semangat Sepanjang Masa Succesfull Sedulur SatuPena SatuHati SatuJiwa SatuRasa KOMPAK KEBERSAMAAN sepanjang masa Succesfull Sedulur
Kota Batu Wisata Sastra Budaya, Minggu Pahing 18 September 2022
*Drs. Akaha Taufan Aminudin, lahir di Kota Batu 26 April 1963. Koordinator Persatuan Penulis Indonesia Satupena Jawa Timur. Sekretariat Jalan Abdul Jalil 2 Sisir, Kota Batu Wisata Sastra Budaya Jawa Timur 65314.
Judul : Lentera Pasundan (Provinsi Jawa Barat)
Pengarang : Ahmad Gaus, Denis Hilmawati, Jojo Rahardjo, Peri Sandi Huizhce, Tri Sanyoto, Ummi Rissa
Pengantar: Eka Budianta
Baca Juga: Waduh, Kate Winslet Alami Cedera Ketika Syuting Film Dilarikan ke Rumah Sakit
HAK PENERBITAN : Denny J.A. rights@cerahbudayaindonesia
TIM EDITOR : Nia Samsihono (Ketua) Anwar Putra Bayu (Anggota) Dhenok Kristianti (Anggota) F.X. Purnomo (Anggota) Gunoto Saparie (Anggota) Handry T.M. (Anggota) Isbedy Stiawan Z.S. (Anggota)
FINALISASI DAN PUBLIKASI : Agus R. Sarjono, Jamal D. Rachman, Monica Anggi JR
DESAIN GRAFIS : Danny Fadryana, Maulana
Penerbit : Cerah Budaya Indonesia, Jakarta
Tahun/cetakan : Cetakan Pertama Agustus 2018
ISBN. : 978-602-0812-22-9
Tebal : 158 + xxi halaman. ***