Pakar Hikmahanto Juwana: Hukum Internasional Perlu Pandangan dari Negara Berkembang
- Penulis : M. Ulil Albab
- Sabtu, 10 Mei 2025 05:15 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana berpendapat bahwa hukum internasional perlu memasukkan perspektif dari negara-negara berkembang.
“Jadi, harusnya hukum internasional itu, nilai-nilai yang diambil itu (adalah) nilai-nilai universal,” kata Hikmahanto Juwana di Jakarta pada Jumat, 9 Mei 2025.
Hikmahanto Juwana dicalonkan oleh pemerintah sebagai anggota Komisi Hukum Internasional (ILC) untuk masa kerja 2028-2032.
Baca Juga: Kapal Sipil Pembawa Bantuan ke Gaza Diserang Drone di Perairan Internasional Dekat Pulau Malta
Dia mengatakan, jika terpilih, dia akan berusaha memasukkan pandangan-pandangan dari negara-negara berkembang.
Hikmahanto mengapresiasi pencalonannya oleh pemerintah, terutama Kementerian Luar Negeri, yang berupaya menempatkan warga negara Indonesia di lembaga-lembaga internasional.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasila Eddy Pratomo, dirinya berharap bisa berkontribusi dalam pembuatan pendapat penasihat (advisory opinion) mengenai Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS).
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perkuat Budaya Lokal Melalui Festival Internasional
Eddy dicalonkan pemerintah sebagai hakim Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut (ITLOS) untuk masa kerja 2026-2035.
Dia pernah menjadi Duta Besar RI untuk Jerman pada 2009-2013 dan Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI.
Eddy berpendapat pemerintah seharusnya memilih calon yang lebih muda, tetapi tidak banyak yang mengambil hukum laut.
Baca Juga: IMLF-3 Selenggarakan Seminar Internasional Untuk Guru, Akan Hadir 8 Pembicara
“Di Indonesia ini tidak sampai 10 orang (ahli) hukum lautnya. Dosen-dosen hukum laut itu jarang sekali. Apalagi dosen yang praktisi seperti saya,” kata dia, yang pernah bertugas pula sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Penetapan Batas Maritim RI-Malaysia.
Jika terpilih menjadi hakim ITLOS, kata Eddy, dirinya akan berupaya menyuarakan pandangan-pandangan dari negara-negara kepulauan, terutama Indonesia.
TLOS adalah pengadilan internasional independen yang dibentuk berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS).
Baca Juga: Komunitas Internasional Banyak yang Fasih Berbahasa Indonesia, Kita Bagaimana?
Pengadilan itu bertugas menyelesaikan sengketa hukum yang berkaitan dengan interpretasi dan penerapan UNCLOS dan mengeluarkan putusan atas kasus-kasus yang berhubungan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut, pelindungan lingkungan laut, dan isu-isu hukum maritim lainnya.
Berbasis di Hamburg, Jerman, ITLOS memainkan peran penting dalam menjaga keteraturan dan keadilan dalam pemanfaatan laut secara global.
ILC adalah lembaga yang mendorong perkembangan hukum internasional, yang terdiri dari 34 pakar hukum internasional yang dipilih setiap lima tahun oleh Majelis Umum PBB.
Baca Juga: Menhub Dudy Purwagandhi: Tiga Bandara Kembali Berstatus Internasional Demi Dukung Perekonomian
Berbasis di Jenewa, Swiss, lembaga itu memberikan rekomendasi kepada Majelis Umum PBB tentang pengembangan dan kodifikasi hukum internasional.***