Gubernur Wayan Koster tidak akan Biarkan Ormas Bekelakuan Preman di Bali
- Penulis : Abriyanto
- Jumat, 09 Mei 2025 06:12 WIB

ORBITINDONESIA.COM - Gubernur Bali Wayan Koster tidak akan membiarkan kehadiran preman berkedok organisasi masyarakat (Ormas) di Bali.
Hal ini dia sampaikan sewaktu meresmikan Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice merespons viralnya kabar kehadiran ormas di Bali.
"Bentuknya Ormas, tetapi kelakuannya preman, ini tidak bisa dibiarkan," kata Koster di Kabupaten Badung, Kamis 8 Mei 2025.
Baca Juga: Gubernur Bali, Wayan Koster: Nyoman dan Ketut yang Lahir 2025 Mulai Dapat Insentif dari Pemerintah
"Badung adalah jantung pariwisata. Kita tak bisa membiarkan ruang publik dirusak perilaku liar berkedok organisasi," katanya tegas.
Sepekan terakhir muncul Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya di Bali yang menjadikan Yosef Nahak sebagai ketua. Mereka telah membentuk keanggotaan di Kabupaten Tabanan.
Gubernur Koster, yang diperlukan adalah mengembalikan kekuatan penyelesaian masalah ke akar budaya, yaitu desa adat, bukan memanfaatkan organisasi yang meresahkan.
Baca Juga: Gubernur Bali Wayan Koster Tolak KB Dua Anak Demi Kelangsungan Budaya
"Siapa pun yang menyalahgunakan nama organisasi untuk meresahkan masyarakat, akan berhadapan langsung dengan adat dan negara, jangan anggap enteng kekuatan budaya Bali," ujarnya.
Koster mengingatkan peran sistem keamanan terpadu desa adat yang berisi aparat keamanan serta pecalang di Bali.
Jika lembaga di dalamnya seperti pecalang sudah kuat, menurutnya, Bali tidak membutuhkan organisasi masyarakat yang membawa agenda tersembunyi berkedok ingin menjaga Bali.
Ia melihat program Kejaksaan Tingggi Bali menghadirkan Bale Paruman Adhyaksa dan Bale Restorative Justice, adalah contoh baik yang semestinya berkembang.
Bale Paruman Adhyaksa berbasis hukum adat digadang menjadi benteng baru yang sanggup menekan kriminalitas sosial tanpa harus menempuh jalur pengadilan.
"Ini bukan hanya urusan hukum, ini pertaruhan masa depan Bali," kata Koster.
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana menjelaskan bahwa bale paruman atau balai rapat bukan sekadar simbol, melainkan bentuk nyata revitalisasi hukum adat yang sudah terbukti menyelesaikan masalah atau konflik perdata dan sosial dengan cara damai.
"Kalau pidana, tentu ada batasan. Akan tetapi, konflik internal masyarakat bisa diselesaikan tanpa harus sampai ke penjara," ujarnya.
Kehadiran balai ini dianggap sebagai kearifan lokal yang menurut dia semestinya diperkuat sebab menekan permasalahan dan menjaga ketertiban.
"Dengan demikian, tidak perlu hadir preman berkedok ormas di tengah masyarakat," katanya.***